ADA pemandangan menarik sebelum acara wisuda di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) yang digelar di Dyandra Convention Hall, Kamis (26/9) pagi. Seorang wisudawan penerima Program Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK) yang orang tuanya berprofesi sebagai pedagang makanan di Lamongan, membagikan nasi boran, nasi campur khas Lamongan, kepada rector dan panitia wisuda.
Ini dilakukan pihak keluarga sebagai bagian dari ungkapan rasa syukur dan mengingatkan kepada warga kampus bahwa ia memang benar-benar berasal dari keluarga dalam keterbatasan ekonomi yang berhak atas program KIPK.
Wisudawan itu adalah Lailatul Muharromah, mahasiswi Program Studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), yang berhasil meraih gelar predikat cumluade dengan capaian Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,98. Perempuan kelahiran Lamongan, 21 April 2001 ini, menjadi inspirasi bagi banyak orang dengan semangat, keteguhan, dan dedikasinya yang luar biasa dalam menempuh pendidikan.
Diungkapkan Ella, demikian dia biasa dipanggil. Setelah lulus dari bangku SMA dia sudah tidak kuliah, karena tidak ada biaya, tapi kemudian ditahun berikutnya atas saran teman dan guru-gurunya, dia mencoba mengadu peruntungan mendaftar di program KIPK. “Alhamdulillah saya diterima untuk kuliah melalui beasiswa KIPK,” katanya.
Orangtuanya yang berprofesi sebagai pedagang makanan termasuk nasi, memang tidak mungkin bisa menyekolahkan Ella sampai ke perguruian tinggi, karena keterbatasan ekonomi. “Motivasi utama saya dalam menyelesaikan studi adalah keinginan untuk selalu berdampak dan bermanfaat bagi orang lain. Sejak SMP saya sudah mulai menanamkan nilai tersebut dalam diri. Saya selalu ingin bisa berperan aktif dan memberi manfaat, baik melalui hal-hal kecil seperti membantu teman, hingga berdampak lebih besar melalui kegiatan sosial dan organisasi,” ujarnya.
Anak pertama dari pasangan ayah, Musrap Efendi dan ibu Khusnul Khotimah, yang berprofesi sebagai pedagang makanan ini, mengungkapkan, baginya meraih prestasi cumlaude adalah sebuah bonus dari keteguhan dan kedisiplinan diri dalam menuntut ilmu dan mencari pengalaman. Ella percaya bahwa pendidikan bukan hanya tentang pencapaian akademik, tetapi juga bagaimana bisa berkontribusi positif bagi lingkungan sekitar.
Perjalanannya meraih prestasi ini tentu tidak mudah. Ella mengakui bahwa tantangan terbesar yang harus ia hadapi adalah dirinya sendiri, terutama ketika rasa malas dan kegelisahan menghadapi kegagalan datang menghampiri. “Menghadapi diri sendiri adalah tantangan terbesar. Rasa malas, takut gagal, itu sering muncul. Tetapi saya selalu berusaha untuk menemukan motivasi pribadi dan menetapkan tujuan yang jelas,” tuturnya.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Lailatul menerapkan beberapa strategi. Pertama, ia menemukan motivasi pribadi yang kuat untuk terus melangkah maju. Kedua, ia menetapkan tujuan jangka panjang dengan pasti sehingga memiliki arah yang jelas. Ketiga, ia mengatur waktu dengan bijak, menghindari sistem kebut semalam dan memprioritaskan tugas berdasarkan urgensi dan tenggat waktu. “Saya selalu berusaha menyelesaikan tugas dengan baik dan maksimal. Setiap tugas saya catat dan saya urutkan sesuai prioritas. Dengan begitu, semua bisa terselesaikan tepat waktu dan tanpa beban berlebihan,” jelasnya.
Tak hanya berprestasi di bidang akademik, anak pertama dari tiga bersaudara ini juga aktif berorganisasi dan mengikuti berbagai kegiatan sosial. Ia pernah menjabat sebagai Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unusa Periode 2023-2024 dan sebagai Wakil Bupati Himpunan Mahasiswa (HIMA) PGSD Periode 2022-2023. “Berorganisasi memberi banyak pengalaman berharga. Saya belajar bagaimana mengelola acara, berkoordinasi dengan banyak pihak, dan memimpin tim dalam situasi yang menantang,” katanya.
Salah satu pengalaman yang paling berkesan baginya adalah ketika ia mengelola beberapa acara hingga skala nasional. Ia merasa bangga bisa memberikan pengalaman yang berkesan dan bermanfaat bagi anggota organisasi lainnya. Selain itu, ia juga aktif dalam kegiatan pengabdian masyarakat seperti Program Pengabdian kepada Masyarakat (PPKO) di Desa 1001 Malam, Surabaya, serta menjadi volunteer mengajar anak-anak yang tinggal di pesisir pantai. Ia juga terlibat dalam program pembelajaran budaya lokal di Mojokerto.
Tidak hanya berhenti di situ, Ella juga mengimplementasikan ilmu yang diperolehnya dari bangku kuliah dengan mengikuti Program MBKM Kampus Mengajar Angkatan 4. “Saya merasa beruntung bisa mengaplikasikan ilmu yang saya pelajari di kelas ke dunia nyata. Mengajar di daerah yang minim akses pendidikan membuat saya semakin memahami pentingnya peran guru dalam mencerdaskan anak bangsa,” ungkapnya.
Siapa sosok yang paling berpengaruh dalam perjalanan akademik? “Kedua orang tua. Ayah dan ibu yang selalu memberikan dorongan dan doa terbaik dalam setiap langkah. Setiap kali saya mengikuti lomba atau kegiatan, saya selalu berpamitan dan memohon doa restu. Ayah dan ibu selalu berpesan, ‘Semoga menjadi yang terbaik fi dunya wal akhiroh, jangan lupa sholatnya mbak’. Itu menjadi pengingat dan motivasi terbesar bagi saya,” ceritanya dengan haru.
Peran keluarga tidak hanya sebagai penyemangat, tetapi juga sebagai pendukung utama yang memberikan lingkungan positif bagi Ella untuk belajar dan berkembang. “Keluarga adalah tempat pulang yang selalu mendukung saya, baik secara emosional maupun materi. Mereka selalu ada saat saya menghadapi tantangan dan kesulitan,” tambahnya.
Salah satu momen paling membanggakan bagi Lailatul adalah ketika ia berdiri di tengah panggung sebagai narasumber untuk berbagi cerita dan pengalaman. Ia juga merasa sangat bangga saat namanya disebut sebagai pemenang lomba dengan menyebut almamaternya, Unusa. “Saat itulah saya merasa benar-benar bangga bisa menjadi bagian dari Unusa. Saya bisa memperkenalkan kampus saya di kancah nasional,” kenangnya.
Ella berharap, kehadirannya sebagai wisudawan terbaik dapat menginspirasi teman-teman mahasiswa lainnya untuk terus berjuang meraih prestasi. “Menjadi mahasiswa adalah kesempatan emas. Banyak orang di luar sana yang kurang beruntung dan tidak bisa melanjutkan pendidikan. Manfaatkan waktu 4 tahun ini dengan baik, raih prestasi sebanyak-banyaknya, perluas relasi, dan teruslah mencoba. Jangan takut gagal, karena kegagalan adalah bagian dari proses menuju kesuksesan,” pesannya.
Setelah menyelesaikan studinya di Unusa, Ella memiliki cita-cita untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 dengan beasiswa. Ia bercita-cita untuk melanjutkan studi di luar negeri dengan beasiswa LPDP. “Saat ini saya sedang mempersiapkan segala sesuatunya agar bisa melanjutkan studi. Pendidikan S1 di Unusa telah memberikan fondasi yang kuat bagi saya, baik dari segi ilmu pengetahuan maupun keterampilan yang dibutuhkan untuk melanjutkan studi ke jenjang berikutnya,” ungkapnya. (Humas Unusa)