Surabaya – Kasus gagal ginjal saat ini tengah menjadi sorotan publik. Apalagi usia penderita gagal ginjal telah bergeser ke usia muda, bahkan anak-anak juga tak luput mengidap penyakit gagal ginjal yang mengharuskan mereka menjalani cuci darah.
“Sekarang lagi ramai ya (kasus gagal ginjal). Kalau di kami, pasien gagal ginjal itu paling banyak karena diabetes dan hipertensi ya,” ujar dr. Ardyarini Dyah Savitri, Sp. PD FINASIM, dokter spesialis penyakit dalam, akhir pekan kemarin.
Savitri melanjutkan, diabetes dan hipertensi saat ini paling banyak memicu terjadinya gagal ginjal. Terkait adanya rumor yang menyebutkan jika gagal ginjal bisa diakibatkan karena pernikahan sedarah, Savitri membantahnya.
“Enggak ya, enggak ada hubungannya. Pernikahan sedarah itu lebih ke penyakit keturunan lainnya ya seperti talasemia misalnya. Kalau gagal ginjal tidak ada kaitannya (dengan pernikahan sedarah). Yang terbanyak justru karena diabetes dan hipertensi,” tegas dosen Fakultas Kedokteran (FK) Unusa ini.
Savitri menuturkan saat ini penderita diabetes semakin banyak. Jika dulu diabetes banyak dialami mereka yang berusia di atas 40 tahun, maka kini usia penderita diabetes semakin muda.
Faktor makanan disebut Savitri sebagai penyebab utama seseorang terkena diabetes.
“Banyak makanan yang tidak bagus bagi kesehatan yang banyak beredar di masyarakat. Misalnya junk food atau makanan yang serba praktis lainnya. Obesitas juga makin banyak sehingga membebani kerja ginjal, ditambah lagi kadar gulanya tinggi. Ini juga yang banyak terjadi pada pasien anak,” terangnya.
Terlalu sering mengkonsumsi mi instan juga bisa memicu terjadinya gagal ginjal. Menurut Savitri, mi instan banyak mengandung bahan penyedap atau monosodium glutamat (MSG).
“Monosodium glutamat itu banyak mengandung garam. Nah itu tidak bagus untuk ginjal. Kemudian ada bahan pengawetnya juga. Jadi itu mengapa makanan instan seperti mi instan itu kurang baik untuk kesehatan,” jelasnya.
Savitri mengungkapkan jika masyarakat masih kurang aware terhadap diabetes ataupun hipertensi. Pasalnya, kedua penyakit ini cenderung tak bergejala sehingga masyarakat cukup abai.
“Diabetes dan hipertensi ini kan silent ya. Silent artinya tidak menunjukkan gejala. Bahkan mereka yang terkena diabetes terkadang ngeyel dan merasa baik-baik saja, karena mereka tidak mengalami pusing atau gejala lainnya. Padahal penyakit (diabetes) itu tetap jalan di tubuhnya walaupun dia tidak merasakan gejala apa-apa,” ungkapnya.
Savitri melanjutkan karena merasa baik-baik saja maka penderita diabetes maupun hipertensi tidak mengkonsumsi obat secara rutin.
“Diabetes dan hipertensi itu tidak bisa sembuh tapi bisa dikontrol, salah satunya dengan minum obat secara rutin,” tukasnya. (***)