LULUS dan dilantik menjadi seorang dokter bukan hal yang mudah, mengingat banyak tahapan tes harus dilalui dan kualifikasi nilai yang tinggi. Namun hal tersebut berhasil dibuktikan oleh Ahla Nurul Istiqomah, salah satu mahasiswa profesi dokter Unusa yang telah diambil janji dan sumpah dokter pada Selasa (27/2).
Selain cita-cita sejak kecil, menjadi seorang dokter juga mengikuti jejak sang kakak yang lebih dahulu menjadi dokter di kampus yang sama, Unusa. Cita-cita dan ingin mengikuti jejak sang kakak adalah pendorong utama dalam perjalanan hidupnya.
Perempuan lulusan Pondok Darussalam Gontor itu menceritakan, ia sempat ingin mempelajari studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, namun ia tetap setia pada panggilan menjadi dokter. Mimpi tersebut juga mencerminkan tekad yang kuat, di mana Ahla tidak hanya melihat dirinya sebagai seorang profesional tetapi juga sebagai penyelamat bagi mereka yang membutuhkan pertolongan medis.
“Saya sempat mengabdi di pondok, dan pernah berkeinginan untuk mempelajari studi Ilmu Al Qur’an dan Tafsir, tapi saya tetap ingin mengejar impian kecil saya, dan alhamdulillah keluarga juga support penuh untuk jadi dokter. Dan lebih dari itu, saya ingin berkontribusi dalam masyarakat dengan memberikan pertolongan kesehatan,” ujarnya.
Selain itu, melihat perjuangan dan output kakaknya yang berhasil menjadi dokter, menjadi pemicu semangat Ahla. Hal tersebut juga menjadi faktor dirinya memilih FK Unusa sebagai tempatnya menimba ilmu dan berkarir. “Kakak saya juga studi di Unusa, dan melihat keberhasilannya, saya diarahkan orang tua untuk meneruskan perjuangan kakak saya juga di Unusa,” tukasnya.
Anak kedua dari pasangan Moch Fathoni dan Wasi’ah itu mengungkapkan, selama koas, ia sempat mengalami kesulitan untuk beradaptasi dan berkomunikasi dengan pasien secara langsung. Pentingnya kemampuan komunikasi dalam praktik medis menjadi salah satu hal terpenting dan Ahla menunjukkan ketekunan dan dedikasinya untuk terus belajar dan tumbuh sebagai seorang profesional kesehatan.
“Saya kan orangnya introvert, sempat kesusahan dituntut untuk komunikatif, tapi saya menyadari itu merupakan salah satu skill yang harus saya kuasai juga untuk nantinya jadi dokter, dan alhamdulillah saat ini saya sudah bisa menyesuaikan itu,” ujarnya.
Saat ditanya rencana ke depan, Ahla mengungkapkan, dirinya ingin fokus internship terlebih dahulu kemudian berkeinginan melanjutkan pendidikan spesialis. “Lanjut ke spesialis merupakan plan utama saya, dan saya ingin melanjutkan ke spesialis penyakit dalam,” ujarnya.
Selain minatnya yang tinggi pada studi ilmu penyakit dalam, Ahla merasa dirinya enjoy mempelajari dan menjalani saat koas di stase interna. Walaupun materi yang dipelajari banyak dan rumit, Ahla menilai prospek dokter spesialis penyakit dalam, banyak dibutuhkan karena spesialis penyakit dalam menangani terkait hampir seluruh sistem organ dalam tubuh dan tidak dapat ditangani oleh dokter umum.
“Dokter spesialis penyakit dalam itu kan menangani pasien yang memiliki gangguan pada organ penting di dalam tubuh, seperti jantung, ginjal, hati, dan paru-paru. Dan saya termotivasi untuk mempelajari itu lebih jauh dan menangani kasus-kasusnya,” ungkap wanita kelahiran 4 Juni 1999 itu.
Dengan langkah tersebut, Ahla berharap dapat memperkuat keberadaan dokter di Indonesia, dan masyarakat mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang lebih baik. (Humas Unusa)