Muslikha Nourma R, S.KM., M.Kes – Dosen Prodi DIV Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Fakultas Kesehatan
AKTIVITAS pekerjaan yang kita lakukan setiap hari, bisa dampak negatif. Di antaranya kejadian kecelkaan kerja dan juga penyakit akibat kerja (PAK).
Data kecelakaan kerja yang dicatat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS) dalam lima tahun terakhir mencatat adanya peningkatan kasus.
Di antaranya pada tahun 2017 angka kecelakaan kerja yang dilaporkan mencapai 123.041 kasus, tahun 2018 naik 40,94% menjadi 173.415 kasus. Pada 2019 terjadi peningkatan kasus sebesar 5,43% menjadi 182.835 kasus dari tahun sebelumnya.
Sepanjang 2020 meningkat 21,28% menjadi 221.740 kasus, dan 2021 mengalami kenaikan kasus 5,65% menjadi 234.270 kasus.
Data tersebut hanya dihitung dari pekerja yang tergabung atau terdaftar dalam peserta BPJS Ketenagakerjaan. Sementara masih banyak pekerja yang belum terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan yang data kecelkaanya tidak dilaporkan.
Kejadian kecelakaan kerja yang terjadi di berbagai sektor disebabkan 99% akibat kondisi tidak aman (Riedly, 1986). Penyebab utama kecelakaan kerja dari berbagai sumber. Di antaranya minimnya pengetahuan tentang masalah yang berhubungan dengan keselamatan kerja, ketersediaan alat pelindung diri (APD) yang minim, kurangnya desain stasiun kerja yang menghilangkan bahaya keselamatan kerja, peralatan yang tidak layak dan kurangnya pengetahuan dan pelatihan tentang peralatan yang digunakan saat bekerja.
Sementara Lundell dan Marcham (2018) menyatakan bahwa penyebab utama kecelakaan dan insiden di tempat kerja, adalah kegagalan kepemimpinan dalam menerapkan budaya keselamatan yang kuat (Lundell, 2018). Hasil penelitian lain menunjukkan Faktor penyebab terbesar adalah manusia dan manajemen.
Berdasarkan penjelasan tersebut, selain kontribusi pekerja, manajemen dan kepemimpinan memiliki andil dalam pencegahan kecelakaan. Hasil penelitian dari berbagai peneliti, bahwa
kejadian kecelakaan di tempat kerja dapat menimbulkan dampak bagi pekerja di antaranya hilangnya hari kerja, korban jiwa manusia, konflik dengan pekerja, demotivasi pekerja/penurunan moral, kecacatan dan produktivitas kerja. Kecacatan berdampak pada pekerjaan, kehidupan sosial dan terhambatnya kemampuan untuk mandiri.
Selain itu kejadian kecelakaan kerja juga berdampak pada perusahaan yakni keterlambatan kemajuan proyek, kerusakan lingkungan, rusak/hilangnya aset/harta benda. Semua pengusaha sepakat bahwa kejadian kecelakaan kerja harus dicegah, agar pengusaha tidak mengalami kerugian akibat besarnya dampak yang dihasilkan dari kejadian kecelakaan kerja.
Diperlukan upaya komprehensif dari perusahaan untuk mengelola bahaya dan risiko pekerjaan, serta mengimplementasikan Keselamatan dan kesehatan Kerja (K3) di tempat kerja. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mensosialisasikan K3 Kepada seluruh pekerja di tempat kerja.
Tidak hanya pekerja saja, namun seluruh masyarakat di perusahaan juga wajib menerapkan K3 mulai dari strata tertinggi yakni, CEO, Direktur agar berkomitmen bersama, patuh dan berpartisipasi menerapkan K3 di tempat kerja.
Selain itu para pekerja setingkat supervisor, teknisi, operator, baik dengan status pegawai tetap maupun tidak tetap, juga mahasiswa atau siswa magang, tamu perusahaan dan siapa saja yang berada di area peruahaan.
Sosialisasi penerapan K3 di tempat kerja sangat penting dilakukan agar, pekerja yang memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja mengetahui dan memahami bahaya di tempat kerja, risiko aktivitas pekerjaan, serta mampu mencegah dan mengendalikan kejadian kecelakaan kerja.
Dengan sosialisasi K3 di tempat kerja, diharapkan masyarakt di perusahaan dapat patuh dan berpartisipasi dalam menerapkan budaya K3. Menurut hasil penelitian bahwa Komitmen pimpinan perusahaan akan mendorong terciptanya Iklim keselamatan kerja yang positif.
Menurut hasil penelitian iklim keselamatan kerja (safety climate) berpengaruh positif terhadap pengetahuan keselamatan kerja, motivasi, kepatuhan, dan partisipasi. Pengetahuan dan motivasi keselamatan kerja ditemukan dapat memediasi hubungan antara iklim keselamatan dan perilaku yaitu, kepatuhan dan partisipasi).
Pengetahuan keselamatan hanya berpengaruh terhadap kepatuhan, sedangkan motivasi berpengaruh terhadap kepatuhan dan partisipasi. Menjadi tugas bersama untuk menguatkan penerapan K3 di perusahaan, baik pimpinan maupun pekerja dan masyarakat di perusahaan.
Dengan penerapan K3 yang baik dan optimal, diharapkan seluruh masyarakat di perusahaan akan terjamin keselamatannya sehingga dapat bekerja secara produktif dan mencapai target yang diharapkan perusahaan. (***)