PELANTIKAN Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA) menjadi saksi kisah inspiratif Agus Tinus Amin Tohari.Ia memperoleh gelar baru sebagai guru profesional setelah mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) Sekolah Dasar di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa).
Cerita Agus mampu menginspirasi banyak orang melalui perjuangannya yang luar biasa. Ia telah menunjukkan dedikasinya untuk menjadi seorang guru profesional meskipun harus menjalani proses cuci darah dua kali seminggu.
Pernah mengalami berbagai rintangan, Agus tetap teguh pada niatnya untuk menjadi seorang guru. Meskipun harus berjuang dengan kondisi kesehatannya, semangatnya tidak pernah surut. Beliau melihat pendidikan sebagai panggilan jiwa dan tekadnya untuk berbagi ilmu dengan generasi muda.
“Sejak kecil, saya sudah termotivasi ingin menjadi seorang guru. Ketika lolos tes studi Pendidikan Profesi Guru di Unusa, saya langsung semangat untuk melanjutkan mimpi saya itu. Saya ingin mengembangkan potensi dalam diri saya dan untuk anak-anak didik saya juga,” ucapnya.
Pria kelahiran 12 Agustus 1979 itu mengungkapkan bahwa impian tersebut tumbuh dari keinginan kuatnya untuk memberikan dampak positif pada masyarakat melalui pendidikan. Meskipun terkendala oleh kondisi kesehatan yang membutuhkan perhatian ekstra, ia mengungkapkan juga bahwa istrinya menjadi salah satu motivasi kuatnya dan dukungan dari istri membuat perjalanan pendidikannya menjadi lebih mudah.
“Dukungan dari keluarga, terutama istri, benar-benar memberi saya kekuatan tambahan untuk terus berjuang dan mengejar impian menjadi seorang guru. Istri saya selalu memberi semangat, seperti selalu membawakan saya laptop dan menemani saya ketika waktunya cuci darah. Saya percaya bahwa pendidikan memiliki peran besar dalam membentuk masa depan generasi penerus,” ujar Agus dengan penuh semangat.
Ia telah mengajar sejak tahun 2006, dan memulai karirnya sebagai seorang guru di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Watugolong 02, Krian, Sidoarjo. Selama mengajar, Agus tidak pernah mengabaikan muridnya, ia selalu mengusahakan untuk datang ke sekolah walau hanya setengah hari dan harus menjalani cuci darah setelahnya.
“Saya selalu berusaha untuk tidak meninggalkan tanggung jawab saya sebagai guru, walaupun harus membagi waktu ketika ada jadwal cuci darah. Begitupun jika harus menjalani studi PPG ini, saya harus pintar-pintar dalam mengkondisikan diri saya, utamanya kesehatan,” ujarnya.
Diceritakannya, perjuangan yang sangat berkesan bagi Agus adalah ketika ia harus menjalani Program Pengalaman Lapangan (PPL).
“Ketika menjalani PPL, saya sempat mengalami kondisi drop, tapi hal tersebut akhirnya berlalu dan itu juga berkat dukungan penuh dari dosen-dosen pengajar saya di Unusa,” ucapnya.
Agus mengungkapkan bahwa dukungan dari dosen-dosen di Unusa menjadi pegangan kuat hingga akhirnya dia bisa berhasil dilantik. Ketika ada jadwal cuci darah yang bertabrakan dengan jadwal presentasi, Agus selalu berkoordinasi dengan dosen pengampu untuk meminta giliran pertama.
“Ketika ada jadwal presentasi yang bertabrakan, saya selalu meminta untuk sesi pertama karena ketika awal-awal itu kondisi saya masih stabil, dan disitu dukungan sekaligus perhatian dari para dosen sangat berarti bagi saya. Mereka juga sering memotivasi dan memberi solusi selama saya menjalani studi,” ungkapnya.
Suami dari Aulia Rahmawati itu berharap bagi teman-temannya, meskipun sudah selesai PPG, tetapi tetap harus selalu berjuang untuk menambah wawasan dan menambah pengetahuan, serta ilmu yang diperoleh dapat diaplikasikan kepada siapapun.
“Bagi siapapun itu jangan patah semangat jika mengalami kesulitan, apalagi sebagai seorang guru, sudah semestinya kita menerapkan pengetahuan-pengetahuan yang kita miliki dengan semaksimal mungkin bagi masyarakat luas,” pungkasnya. (Humas Unusa)