TIDAK banyak orang yang sukses menjalani hobi dan cita-citanya berhasil sekaligus. Tapi tidak demikian dengan dokter Naila Mafazah. Alumni FK Unusa yang hari ini, Rabu (6/9) diambil sumpah dan dilantik menjadi dokter adalah salah satunya. Ia berhasil menjalani hobi dan cita-citanya bersamaan, sebagai fashion desainer sekaligus dokter.
Perjalanannya menjadi dokter juga menarik disimak. Perempuan kelahiran Jombang, 22 Februari 1998 menceritakan. Dokter selain keinginannya sejak kecil juga karena arahan langsung Bu Nyai-nya di pondok pesantren di Kediri. Awalnya ia ditahan oleh Bu Nyai untuk tidak kuliah, melainkan untuk mengabdi di ponpes. Namun, karena tekadnya yang kuat, setelah beberapa kali memohon izin akhirnya ia direstui untuk berkuliah dengan syarat harus masuk kedokteran.
“Awalnya ketika meminta izin untuk kuliah saya tidak diizinkan, saya diminta untuk mengabdi di pondok, tapi pada akhirnya beliau mengizinkan saya dengan syarat harus kuliah di kedokteran. Kebetulan itu mimpi lama saya saat kecil, dan orang tua sangat mendukung, akhirnya saya memilih kedokteran,” jelasnya.
Tapi tidak mudah untuk diterima di Fakultas Kedokteran Unusa. Perjuangan Naila dalam mengejar mimpi itu harus ditempuhnya hingga ke Malang. Selama setahun ia mempersiapkan diri untuk bekal mengikuti tes masuk kedokteran.
“Selama ini saya kan mondok di pondok salaf, jadi minim pengetahuan tentang ilmu pengetahuan umum dan kedokteran. Jadi ketika diberi izin kuliah, saat itu juga saya langsung pergi ke Malang untuk belajar dan setahun kemudian memberanikan diri daftar kuliah kedokteran, bersyukur saat itu saya langsung lolos,” ucapnya.
Selain sebagai mahasiswa kedokteran, anak ke-2 dari tiga bersaudara ini diketahui memiliki hobi menjahit dan mendesain busana. Ketika awal masuk kuliah, ia juga memulai bisnis fashion, hingga saat ini bisnisnya itu memiliki ribuan pengikut di media sosial instagram dan menjadi salah satu merek busana lokal yang dikenal dengan kualitasnya. Bahkan bisnis busana milik Naila sempat mengikuti Surabaya Fashion Parade 2022 di Tunjungan Plaza.
Ketika ditanya mengapa tidak memilih berkuliah di Program Studi Tata Busana untuk mengembangkan minat bakatnya, Naila menjelaskan pilihan itu karena sejak awal telah diarahan oleh Bu Nyai di pondok. Selain itu sang ibu juga berpesan, bahwa jika kuliah di kedokteran ia bisa menjadi dokter sekaligus membuka bisnis fashion design, tapi jika memilih kuliah tata busana, ia hanya berhasil menjadi seorang desainer busana tidak bisa menjadi dokter.
“Pesan ibu itu selalu saya ingat. Ketika kuliah kedokteran saya bisa menjadi dokter sekaligus desainer busana. Bahkan di beberapa desain busana yang saya ciptakan, saya beri sedikit sentuhan ‘kedokteran’ seperti gambar organ jantung atau yang lainnya, tapi mungkin tidak semua menyadari itu ketika melihat busana yang saya ciptakan,” tukasnya.
Pengelolaan waktu menjadi tantangan besar bagi Naila dalam menjalankan studi kedokteran dan bisnisnya. Saat memasuki profesi kedokteran dan menjalani koas, Naila memberhentikan sejenak operasional bisnis busananya.
“Selama profesi dokter ini kan banyak praktek dan banyak ujian juga, jadi saya tinggalkan bisnis saya dulu, dan rencananya saya mulai kembali ketika nanti sudah selesai sumpah dokter,” ujarnya.
Diceritakannya, seminggu sebelum menjalani sumpah dokter, Naila telah berkunjung ke Bu Nyai-nya di pondok dan memberitahukan bahwa dirinya akan disumpah menjadi dokter. “Kemarin saya sudah berkunjung ke Bu Nyai di pondok dan cerita kalau sedikit lagi impian saya menjadi dokter akan tercapai, bahkan katanya saya menjadi permulaan pembuka adik-adik tingkat saya untuk kuliah kedokteran, harapannya mereka semua juga bisa survive sampai akhir dan sukses,” ucap Naila.
Sumpah dokter ke-8 ini menjadi momen bersejarah dalam perjalanan studi Naila. Kiprahnya dalam dunia akademik dan bisnis menjadi bukti bahwa dengan tekad dan kerja keras, setiap orang dapat mencapai apapun yang diinginkan. (Humas Unusa)