Surabaya – Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya (Yarsis) punya cara tersendiri untuk merayakan kemerdekaan Republik Indonesia.
Selain upacara bendera yang diikuti karyawan RSI Surabaya Jemursari, RSI Surabaya Ahmad Yani, RSI Nyai Ageng Pinatih Gredik dan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Yarsis memberikan penghargaan buat karyawan berdasarkan masa kerja.
Masa kerja mulai 10 tahun, 20 tahun dan 30 tahun. Ada 151 karyawan yang menerima tanda mata pengabdian. Yang terdiri dari 27 orang dari RSI Ahmad Yani, 81 orang dari RSI Jemursari dN 43 orang dari Unusa.
Untuk pengabdian 10 tahun mendapatkan emas batangan seberat 5 gram, 20 tahun seberat 10 gram dan 30 tahun seberat 15 gram. Emas yang didapat diuangkan senilai harga emas yang berlaku di pasaran.
Penghargaan ini diserahkan Wakil Ketua Yarsis, Prof Dr H Muchlas Samani, MPd didampingi Direktur RSI Ahmad Yani, dr Dodo Anando M.PH, Rektor Unusa, Prof Dr Ir Achmad Jazidie, MEng dan Direktur RSI Jemursari, dr Bangun Trapsila Purwaka,SpOG(K), dan Direktur RSI Nyai Ageng Pinatih Gresik, dr. Abdul Rokhim, MARS., FISQua.
Surati, salah satu karyawan bagian gizi di RSI Ahmad Yani mendapatkan penghargaan atas pengabdian selama 30 tahun bekerja. Surati mengaku senang karena sudah bisa bertahan bekerja di satu tempat hingga 30 tahun. Selama 30 tahun, Surati mengaku menjadi juru masak untuk pasien.
“Saya bekerja sejak usia 20 tahun. Alhamdulllah walau hanya lulusan SMP, saya tetap dihargai. Terima kasih,” tandasnya.
Wakil Ketua Yarsis, Prof Dr H Muchlas Samani memaknai kemerdekaan bukan tidak dijajah bangsa lain, melainkan bisa mandiri, bisa berkembang semakin baik. Karena tantangan ke depan adalah bagaimana berkontribusi agar negara semakin mandiri, tidak tergantung pada negara lain.
“Kita kan punya tiga rumah sakit. Bagaimana semua itu bisa mandiri dan tidak tergantung pada negara lain, baik proses pengobatan, pemeliharaan dan penyediaan obatnya. Untuk lembaga pendidikannya, bagaimana kita menyediakan sumber daya manusia (SDM) unggul yang bisa setara dengan negara lain,” tukas Prof Muchlas. (***)