SAAT ini, umat Islam Indonesia tengah memasuki Hari Tasyrik, yakni pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah 1444 H atau tepatnya tiga hari setelah Idul Adha berlangsung. Tiga tanggal tersebut merupakan hari yang diistimewakan dalam ibadah. Karena keistimewaannya, di tiga hari tasyrik ini, umat Islam dilarang untuk berpuasa. Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, bahwa hari tasyrik adalah hari makan dan minum artinya dilarang berpuasa, serta hari dzikir.
Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya Fathul Bari bi Syarhi Shahihil Bukhari menjelaskan, salah satu keutamaan yang terkandung di hari tasyrik adalah waktu yang istimewa untuk melakukan ibadah karena pada hari tersebut kebanyakan orang lalai. Ada beberapa amalan sunnah yang dapat dilakukan pada hari tasyrik seperti perbanyak dzikir tahlil, tahmid, serta takbir.
Pada akhir pembahasan amal pada Hari Tasyrik, Ibnu Hajar Al-Asqalani mengutip riwayat hadits yang menganjurkan umat Islam untuk membaca tahlil, tahmid, dan takbir. “Pada riwayat Ibnu Umar ada tambahan kalimat di akhir, ‘Perbanyaklah tahlil, tahmid, dan takbir pada Hari Tasyrik,’” (Al-Asqalani, 2004 M/1424 H).
Selain itu, Ibnu Bathal yang juga mensyarahkan Shahih Bukhari mengutip pendapat Mahlab. Menurutnya, amal utama pada Hari Tasyrik adalah pembacaan takbir sebagaimana lafal takbir yang dianjurkan. Bahkan menurutnya, zikir takbir pada Hari Tasyrik lebih utama daripada shalat sunnah.
Pada prinsipnya, keutamaan hari Tasyrik menjadi hari yang paling agung di sisi Allah SWT setelah hari kurban. Seperti dalam sebuah Hadits, “Abdullah bin Qurth berkata, Nabi bersabda, “Sesungguhnya hari-hari yang paling agung di sisi Allah SWT adalah hari kurban (Idul Adha), kemudian hari al-qarr (hari setelah Idul Adha).” (HR Abu Dawud).
Hari Tasyrik memang waktu istimewa untuk ibadah sehingga apapun amal ibadahnya asal dilakukan pada waktu-waktu yang istimewa maka ganjarannya juga istimewa. (***)