Surabaya – Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra hasil ungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinasi, secara berbeda dan lebih kontemplatif. Puisi termasuk hasil pikiran dan perasaan penulis yang diungkapkan melalui bahasa adanya terbentuk struktur fisik dan batin bagi penulis lewat bahasa tertentu.
Salah satu sarana untuk menyampaikan aspirasi atau gagasan masyarakat melalui puisi. Hal tersebut yang diselalu diperlihatkan Budayawan Internasional, Taufiq Ismail. Dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional 2023, Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) menggelar parade pembacaan puisi di Auditorium lantai 9 Tower Unusa kampus B Jemursari Surabaya, Senin (29/5).
Parade puisi yang bertema Kebangkitan Bangsa Bebas Dari Korupsi, ini menghadirkan budayawan Internasional, Taufiq Ismail dan Budayawan Nasional Asal Madura D Zawawi Imron. Parade puisi juga dihadiri Mendikbud periode 2009-2014 Prof Mohammad Nuh selaku Ketua Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya (Yarsis), dan Puluhan Budayawan serta sastrawan jawa Timur.
Prof Mohammad Nuh mengungkapkan bahwa Taufiq Ismail dan Zawawi Imron merupakan legenda. Taufiq Ismail dan Zawawi Imron adalah aset bangsa Indonesia. Mudah-mudahan puisi yang dibacakan bisa dibagi kepada mahasiswa Unusa. Maraknya korupsi di Indonesia perlu dicegah, melalui puisi dapat menjadi pesan pengingat kita agar terhidar dari Tindakan korupsi.
“Saya sangat sedih dengan banyaknya tidakan korupsi di Indonesia. Melalui moment hari ini, kebangkitan bangsa bebas dari korupsi. Oleh karena itu, sayamengajak seluruh tamu undangan untuk meresapi puisi Taufiq Ismail dan Zawawi Imron,” ungkapnya.
Bahkan Prof Nuh menyampaikan bahwa di peringatan Hari Kebangkitan Nasional, Unusa harus berdiri di depan. Disaat orang lain sibuk dengan dirinya sendiri. Unusa harus membuktikan janji kemerdekaan bisa tercapai seperti pada pembukaan UUD 45.
“Janji itu mencerdaskan bangsa, ikut serta perdamaian abadi, melindungi segenap bangsa Indonesia. Kita harus punya rasa nasional seperti pada lagu Yalal Waton. Indonesia dan Islam jadi kesatuan. Unusa menjadi anak dalam kesatuan itu,”ungkapnya.
Taufiq Ismail usai membaca puisi berjudul Kita Merindukan Anak-anak Indonesia, mengaku prihatin dengan masalah yang dihadapi negeri ini lantaran budaya baca buku sangatlah kurang. “Salah satu masalah besar yang dihadapi negri kita, adalah anak-anak didik kita, anak-anak kita sendiri itu budaya baca bukunya kurang sekali,” ucapnya.
Bahkan, lanjut Taufiq Ismail, para sastrawan telah melakukan sejumlah kegiatan untuk mengatasinya. Kemudian membantu Pemerintah, membantu Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dalam mengatasi masalah ini. “Bertahun-tahun ini sudah berjalan tapi belum mencapai hasil yang diinginkan,” keluh Taufiq Ismail.
Sementara Zawawi Imron mengajak seluruh mahasiswa agar selalu belajar dan belajar. Lebih dari itu, Zawawi juga meminta kepada mahasiswa agar memupuk keindahan dalam hati. Sebab di dalam hati yang bersih dan indah, akan menciptakan karya puisi yang indah pula.
“Barang siapa yang tidak memiliki hati yang indah, maka tidak akan mampu merasakan keindahan sesuatu ciptaan Allah SWT,” ungkapnya. Tak lupa, Zawawi berpesan kepada mahasiswa untuk selalu menghormati ibu. Pesan ini dibacakan langsung oleh Zawawi dalam karya puisi fenomenalnya berjudul Ibu. “Pertama ibu yang harus kita hormati. Kedua, guru-gurumu,” ungkapnya.
Rektor Unusa Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie dengan tegas menyerukan agar jangan ada lagi praktik korupsi yang terjadi di Indonesia. Stop korupsi! Berhenti sampai di sini. Biarkan mereka yang tidak bisa diingatkan, pada akhirnya meninggalkan dunia ini. Tapi, adik-adik jangan ada niat mewarisi kebiasaan yang mengerikan ini, yang membuat negeri ini nggak maju.
“Cara terbaik mencegah korupsi, adalah menindak tegas para koruptor. Itu cara terbaik agar korupsi tidak terjadi berulang di negeri ini,” tandasnya.