PRIO UTOMO adalah salah satu wisudawan Prodi Keperawatan dari jalur alih jenjang, sekaligus menyandang gelar profesi perawat (Ners). Usianya memang tidak muda lagi, memasuki 52 tahun. Berikut ceritanya yang harus menyesuaikan dengan teknologi karena kebetulan kuliahnya dijalani saat Pendemi Covid-19.
Pada tahun 2020 dia ingin melanjutkan pendidikan alih jenjang S1. Pada tahun itu juga, tiba-tiba ada wabah yang mendunia, Pandemi Covid-19, awal 2020 sangat berimbas pada bidang pendidikan. Karena perkembangan virus Covid-19 yang ganas, akhirnya pemerintah memutuskan aktivitas proses belajar mengajar dilakukan secara daring.
“Saya angkatan 2020, yang notabene sangat jarang sekali menginjakkan kaki di kampus ataupun sekadar merasakan suasana kampus. Bahkan hingga perkuliahan sampai akhir pun, saya melaksanakannya secara daring, mengingat kondisi pandemi waktu itu sangat meningkat dan belum dapat diprediksi kapan berakhir,” ungkapnya.
Pria murah senyum ini memiliki pengalaman yang sangat berkesan. Saat itu dia menghadiri undangan seminar yang dilaksanakan di Kampus B Unusa. Seperti biasa, panitia seminar mempersilahkannya masuk dan duduk di kursi peserta. Tiba-tiba ada seorang laki-laki yang duduk di kursi peserta menyapanya, silahkan duduk Bapak, dimana teman-teman yang lainnya. Kemudian dia menjawab, mungkin masih dalam perjalanan pak. Kalau boleh tahu, Bapak mahasiswa dari universitas mana ya? Langsung sontak temannya ada di samping Priyo Utomo menjawab, Loh Pak Pri gak kenal ya sama beliau. Mohon maaf saya tidak mengenali beliau. Itu Pak dosen, namanya Pak Arif, sambung temannya.
“Seketika itu wajah saya pucat karena malu, untungnya beliau hanya tersenyum. Syukurlah beliau orangnya sangat baik dan memaklumi angkatan pandemi, kemudian saya minta beribu maaf kepada beliau,” ungkapnya sembari tersenyum mengingat-ingat kejadian tersebut.
Pria kelahiran Trenggalek, 10 september 1971 ini merasakan, bahwa banyak sekali suka maupun duka yang dia rasakan, khususnya angkatan 2020 yang kerap disebut angkatan pandemi. Sedangkan dukanya, yakni dirinya program alih jenjang S1 Keperawatan, rata-rata usianya sudah lanjut, yang sangat minim dengan kemampuan perkembangan teknologi, misalnya pengoperasionalan komputer/ gadget, memiliki gadget bisanya hanya untuk telepon dan Whatshapp (WA) saja, ketika dalam proses belajar mengajar dengan daring hampir semuanya kebingungan, seperti halnya ketika kuliah memakai aplikasi zoom, atau Google Clasroom (GCR).
“Pada saat perkuliahan, saya kerap kali telat mengikuti perkuliahan daring, karena tidak bisa mengoperasionalkan gadget tersebut. Belum lagi di tengah-tengah perkuliahan, sinyal hilang sehingga saya terlempar dari zoom, dan saya kebingungan untuk masuk zoom kembali, yang lucu lagi di tengah-tengah kuliah beberapa participant zoom tidak sengaja meng-unmute dan akhirnya terdengar suara orang berjualan tahu bulat, bakso, ramainya suara anggota keluarga. Selain itu, pembelajaran secara online yang dilaksanakan terus menerus terkadang membosankan,” ungkapnya.
Pria yang saat ini bekerja sebagai Kepala Perawat Anestesi Kamar Operasi Gedung Bedah Pusat Terpadu (GBPT) RSUD Dr. Soetomo Surabaya mengungkapkan, dirinya mudah menyesuaikan perkuliahan walaupun secara daring, karena rata-rata mahasiswa sudah bekerja yang tentunya sudah banyak pengalaman, mudah mengatur jadwal perkuliahan, terlebih bisa dilaksanakan di tempat kerja, ataupun di rumah masing-masing. Dosennya sangat teliti dan sabar membimbingnya.
“Walaupun begitu, saya tidak patah semangat dan harus cepat beradaptasi dengan pembelajaran secara daring saat awal perkuliahan. Adaptasi tersebut dilakukan agar kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan lancar, nyaman, dan juga efektif,” ungkapnya.
Selain itu, pria yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua I DPD HIPANI (Himpunan Perawat Anastesi) Jawa Timur ini mengungkapkan, ada banyak tantangan yang harus dia lewati, terlebih pada tahun 2022 Prodi S1 Keperawatan Unusa mendapatkan predikat terakreditasi unggul dan menjadi perguruan tinggi berskala nasional, 2026 menuju skala internasional, tentu dirinya sebagai mahasiswa harus menyesuaikan tuntutan tersebut, yakni menjadi alumni yang berkualitas. Dia mengungkapkan, meski telah menyandang gelar sarjana dalam dunia akademik, hal ini baginya belumlah cukup untuk menghadapi era modernisasi dan globalisasi.
Priyo Utomo mengakui, selama studi dia harus dapat mengatur waktu dengan baik, karena dia bekerja sembari kuliah. Pada pagi hari, dia mengutamakan pekerjaan terlebih dahulu, kemudian pada siangnya digunakan untuk kuliah. Di hari minggu biasanya perkuliahan atau urusan pekerjaan kosong, sehingga bisa saya gunakan untuk family time.
“Saya tidak pernah menunda-nunda tugas, baik itu dari pekerjaan atau tugas dari perkuliahan. Biasanya urusan tugas kampus saya kerjakan malam hari,” ungkapnya.
Dirinya mengungkapkan, bahwa usia bukanlah hal kendala dalam menempuh pendidikan. Janganlah mudah putus asa, jujur, semangat, tekun, dan jangan bosan-bosan untuk belajar. Karena belajar tidak hanya ketika menempuh pendidikan saja, tetapi tetap belajar walaupun bekerja karena di lapangan banyak sekali ilmu baru, yang dimana tidak dapat diperoleh dari bangku perkuliahan.
“Saya akan melaksanakan dan menerapkan ilmu yang saya dapat selama studi di Unusa untuk meningkatkan profesionalisme profesi dan meningkatkan pelayanan kepada pasien sesuai standart kompetensi keperawatan,” pungkasnya. (Humas Unusa)