Surabaya – Fenomena stunting di Indonesia menjadi hal yang harus diperhatikan, karenanya penanganannya perlu dilakukan secara masif dan menyeluruh, serta perlunya pihak-pihak yang kredibel dan ahli dalam bidang tersebut. UNICEF (United Nations International Children’s Emergency Fund) selaku pihak yang konsen dalam bidang tersebut menggandeng Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) untuk menurunkan angka stunting di Jawa Timur.
Tahun 2023 ini, kerjasama dilakukan untuk ketiga kalinya. Untuk menandai Kerjasama tahun ketiga itu, Kamis (25/5) siang, Unusa menggelar acara Bersama Mencegah Stunting, menghadirkan beberapa pembicara tingkat Nasional dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan praktisi.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI), Target dan Capaian Prevalensi Stunting di Jawa Timur dari tahun 2019 hingga 2021 terus mengalami penurunan. Walaupun belum sampai menyentuh target tahunan, namun tercatat menurun dari 26,86% pada 2019 menjadi 25,64% pada 2020. Kemudian menjadi 23,5% pada tahun 2021. Pada tahun 2022 menjadi 19,2%, angka ini di bawah 20% yang menjadi standar World Health Organization (WHO). Tapi standar WHO kini diubah menjadi di bawah 10%.
Stuntung menjadi musuh bersama dan harus ditangani secara bersama-sama karena jika mengandalkan bidang kesehatan hanya berperan 30%, sisanya 70% harus dilakukan oleh semua sektror terkait.
Rektor Unusa, Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie, M.Eng., mengungkapkan bahwa, rasa terima kasihnya karena Unusa dipercaya UNICEF untuk membuat beberapa program dalam menurunkan angka stunting di Jawa Timur. Dasar dipilihnya Unusa oleh UNICEF, bisa jadi karena Unusa yang selalu konsen di bidang kesehatan, khususnya Unusa memiliki Program Studi (Prodi) S1 Gizi dan Prodi Kebidanan yang berpredikat Akreditasi Unggul.
“Terkait dengan Prodi S1 Gizi Unusa sendiri, tahun 2022 meraih akreditasi unggul, sehingga mencatatkannya menjadi Ke-2 PTN/PTS dan Pertama PTS se-Indonesia. Hasil akreditasi ini adalah salah satu bukti kompetensi yang ada di prodi Gizi. Untuk program-program penurunan stunting, Unusa akan selalu berperan aktif dalam hal tersebut,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Direktorat Riset, Teknologi, dan, Pengabdian kepada Masyarakat (DRTPM) Kemendikbudristek RI, Prof. Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr., menyampaikan apresiasinya kepada Unusa, karena telah berperan dalam menurunkan angka stunting di Jawa Timur, terlebih Unusa digandeng UNICEF dalam merealisasikan program-programnya.
Kegiatan Unusa ini perlu ditiru oleh kampus-kampus lokal (daerah) lainnya. Sehingga konsep riset dapat dihilirisasi dan dapat dikerjasamakan dengan pihak-pihak terkait maupun perusahaan melalui dana Corporate Social Responsibility (CSR). Kementerian memiliki program yang dapat membantu hilirisasinya, melalui Program Kosabangsa (Kolaborasi Sosial Membangun Masyarakat), salah satunya fokus penanganan stunting.
“Program Kosabangsa (Kolaborasi Sosial Membangun Masyarakat) merupakan hasil kolaborasi dalam pelaksanaan tri dharma antara insan akademik dari perguruan tinggi pelaksana dan perguruan tinggi pendamping. Tema utama yang diusung untuk implementasi Kosabangsa tahun 2022 adalah kemandirian ekonomi, ketahanan pangan, dan kemandirian kesehatan,” ungkapnya dalam kegiatan Webinar dan Talkshow Gizi dalam upaya mengatasi stunting di Jawa Timur yang diadakan secara Hybrid di Auditorium Lantai 9 Tower Unusa Kampus B Jemursari Surabaya, Kamis (25/5).
Faiz Syuaib menambahkan, selain berfokus pada capaian pengabdian kepada masyarakat yang lebih baik, Kosabangsa juga menggagas kegiatan mentoring dari perguruan tinggi pendamping yang merupakan perguruan tinggi dengan akreditasi unggul dan atau memiliki pengalaman dan keahlian di bidang pengabdian kepada masyarakat terhadap perguruan tinggi pelaksana sehingga diharapkan terjadi peningkatan kualitas pengabdian kepada masyarakat di perguruan tinggi dalam memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada di masyarakat.
“Produk riset, inovasi, dan teknologi tidak akan banyak bermanfaat apabila hanya disimpan di kampus untuk meningkatkan reputasi kampus semata melalui ukuran jumlah publikasi dan inovasi yang dihasilkan, tapi yang jauh lebih penting adalah seberapa banyak manfaat yang dapat diterima masyarakat dari hasil inovasi yang dihasilkan oleh perguruan tinggi tersebut,” ungkapnya. (Humas Unusa)