Surabaya – Sebanyak 11 dokter baru Peserta Pendidikan Profesi Dokter Unusa, Rabu (24/2) dilantik dan diambil sumpahnya, di Kampus B Jl. Jemurasri Surabaya. Mereka adalah angkatan ke-7 yang dikukuhkan menjadi dokter setelah mengikuti Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD).
Seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran baru di nyatakan lulus dan menyandang gelar dokter jika telah lulus UKMPPD yang di selenggarakan secara nasional oleh Panitia Nasional. Ujian UKMPPD terdiri dari ujian CBT (teori) dan OSCE (praktek).
“Alhamdulillah FK Unusa telah memiliki CBT Center dan OSCE Center yang telah dinyatakan layak digunakan untuk UKMPPD. Kini OSCE Center milik FK Unusa digunakan untuk OSCENAS. Keberadaan CBT dan OSCE Center ini sangat penting dan mendukung kelulusan mahasiswa FK Unusa, karena menjalani ujian di kampus sendiri akan membuat mahasiswa kita lebih percaya diri dalam melaksanakan ujian,” kata Dr Handayani, Dekan FK Unusa.
Handayani yakin dengan dimilikinya CBT dan OSCE Center sendiri, tingkat kelulusan fisrt taker mahasiswa FK makin tinggi prosentasenya. “Hal yang membanggakan bagi kami, 90 persen lebih mahasiswa FK dinyatakan lulus fisrt taker (lulus saat pertama kali mengikuti UKMPPD). Ini menjadi tolok ukur keberhasilan dan mutu pembelajaran, sekaligus menentukan penilaian akreditasi Fakultas Kedokteran. Nilai baik jika angka kelulusan di atas 80 persen. FK Unusa di atas 90 persen yang lulus Fisrt Taker,” katanya.
Tiga mahasiswa FK yang dilantik dan diambil sumpahnya masing-masing; Ilyas Febri, Jauhan Farhat, dan Sultan Fadjar Pelu yang dihubungi terpisah mengatakan, mereka sangat yakin model pembelajaran yang diterapkan di Unusa saat mengambil pendidikan profesi dokter telah mengantarkan mereka dan rekan-rekan lainnya bisa lulus dalam UKMPPD dengan predikat fisrt taker.
“Saya sangat yakin pola dan model yang diberikan kepada kami dalam menjalani pendididkan profesi dokterlah yang menghantarkan kami lulus dalam sekali saja dalam mengikuti UKMPPD,” kata Ilyas Febri, yang mantan ketua BEM FK Unusa.
Diungkapkannya, jika ia mendengar dan shering dengan mahasiswa dari fakultas kedokteran perguruan tinggi lain, apa yang diperoleh di Unusa sangat berbeda. “Kami para mahasiswa pendidikan profesi dokter saat menjalani stase selalu berhadapan langsung dengan dokter spesialis, sehingga langsung memperoleh ilmu dan bimbingan dari ahlinya. Di tempat lain biasanya berhadapan dengan mahasiswa PPDS, baru saat menjalani ujian dengan dokter spesialisnya,” kata Ilyas Febi yang tinggal di Palu, kelahiran Demak, Jawa Tengah, 1 Februari 1998.
Hal sama juga diungkapkan oleh Sultan Fadjar Pelu, dokter asal ambon yang sebelumnya pernah kuliah di Fakultas Hukum hingga semester lima. Menurut putra keempat dari empat bersaudara kelahiran 22 Februari 1996 ini, pendididkan profesi dokter di Unusa sungguh sangat berbeda jika dia mendengar dari teman yang juga menjalani pendidikann profesi dokter di luar unusa.
“Di Unusa dosen dan dokternya ramah-ramah, sehingga kami juga dituntut untuk memperlakun hal sama kepada pasien yang kami temui. Kami dituntut selalu mendengar keluhan dan cerita pasien sebelum mengambil tindakan,” katanya.
Kenapa hal itu harus dilakukan? Kata Sultan bernada tanya dan kemudian dijawabnya sendiri, karena ada pasien yang hanya dengan menyampaikan cerita tentang penyakitnya lalu sebagai dokter kita mendengarkannya dengan seksama, penyakitnya sudah sembuh. “Karena memang ada pasien yang tersugegsti hanya dengan omongan dan bertemu dokter,” katanya.
Hal ini juga diungkapkan oleh Jauhan Farhat, alumni dari Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo, berceritra, jika mahasiswa pendidikann profesi dokter Unusa mendapatkan fasilitas terbaik dalam segala hal, baik rumah sakit tempat tempat koas maupun didalam persiapan menempuh UKMPPD.
“Kami benar-benar dibimbing dan diarahkan serta mendapat ilmu dan pengetahuan tentang bagaimana sebaiknya menjalani profesi dokter kelak dikemudian hari. Bukan hanya itu, sebagai dokter lulusan Unusa, kami selalu diingatkan untuk segala sesuatunya dipulangkan kepada Allah SWT,” katanya. (Humas Unusa)