ADA yang istimewa pada acara wisuda di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) yang digelar Sabtu (13/5) siang. Dari 137 wisudawan ada satu wisudawan asal Papua. Dia adalah Irian Murib, mahasiswa Program Studi PGSD Fakulats Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unusa. Dari nama dan penampilan rambut gimbalnya, orang sudah bisa menerka jika dia putra asli Papua.
Putra kedua dari enam bersaudara pasangan ayah Alm. Dek Murif dan ibu Orpa Wandakan ini berperhak menyandang gelar sebagai Sarjana Pendidikan Guru setelah dia berhasil menyelesaikan studinya dengan skripsi berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar Siswa di SD Negeri 7 Distrik Jayanti, Kab. Mimika, Pupua” dengan nilai A.
Apa yang akan dilakukan Irian Murib setelah menyandang gelar sebagai Sarjana Pendidikan guru? Diceritakannya, awalnya dia tidak ingin bercita-cita sebagai guru, tetapi karena orang tua, utamanya ibu berpesan jika bidang Pendidikan dan kesehatan masih sangat banyak dibutuhkan di tanah kelahirannya, maka dia akhirnya memilih PGSD setelah lulus SMK.
“Saya mengikuti saran orang tua, lalu saya memilih FKIP dan mengambil PGSD. Setelah ini saya mau ambil Pendidikan Profesi Guru (PPG) agar nanti setelah kembali saya benar-benar menjadi guru professional. Beruntung saya memilih Kampus Unusa, karena teman dan dosennya baik dan banyak membantu,” katanya.
Diungkapkan Irian Murib, awalnya dia tidak tahu jika Unusa adalah kampus milik yayasan Islam, tapi karena dia ingin menjadi guru dan kampusnya cukup memiliki fasilitas bagus, dia kemudian memilih Unusa dan memperoleh beasiswa dari Freeport.
“Awalnya saya canggung untuk bergaul, karena sebagian mahasiswanya adalah perempuan, tapi setelah berjalan beberapa lama, kampus ini mengasyikan dan nyaman, baik dosen dan mahasiswanya mau menghoramti perbedaan. Kini saya betah berlama-lama di kampus,” katanya.
Pria kelahiran Beofa, Papua, 23 April 1999 ini berniat akan Kembali ke kampung halamannya untuk mengabdikan diri sebagai pendidik. Dia telah membuktikannya saat menyusun skripsi dibawah dosen pembimbing Akhwani.
“Minimal saya sudah tiga kali bolak balik dan pindah sekolah untuk mencari data dalam menyusun skripsi. Juga sudah tiga sekolah berbeda saya kunjungi. Dari pengalaman itulah saya berjanji untuk kembali ke kampung halaman menjadi guru profesional,” katanya.
Akhwani juga mengakui kegigihan Irian Murib dalam menyelesiakan kuliahnya. “Dia pernah mengambil cuti pada semester tiga. Alasannya karena waktu itu ada kericuhan terhadap mahasiswa Papua di Surabaya dan dia khawatir ada kericuhan yang meluas, akhirnya dia Kembali ke kampung halamannya. Tapi setelah itu dia Kembali aktif kuliah lagi,” katanya.
Irian Murib juga pernah bercerita dirinya pernah menjual babi hasil lamaran kakanya agar bisa tetap kuliah di Unusa, juga pernah menggadaikan laptop miliknya hanya untuk membayar listrik dikontrakannya. “Saya apresiasi terhadap keinginan kuatnya untuk menjadi guru di daerah asalnya. Niatnya itu perlu kita dorong terus agar Pendidikan di negeri ini merata disemua daerah, termasuk di Papua,” kata Akhwani.
Unusa memberikan apresiasi terhadap apa yang telah dijalankan Irian Murib, dalam acara wisuda itu, dia diberi kepercayaan oleh panitia, mewakili teman-temannya untuk membacakan janji wisudawan. (Humas Unusa)