Surabaya – Mencari informasi di era digital sudah dapat dipastikan mengalami perubahan. Hal ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi dunia perpustakaan di perguruan tinggi, utamanya dalam peran meningkatkan pelayanan dan menciptakan kenyamanan bagi pengunjung perpustakaan.
Karena itulah urgensi perpustakaan saat ini tak hanya berfokus pada penyediaan koleksi dalam menunjang pembelajaran dan literasi, namun berfokus juga pada menunjang layanan penyediaan edukasi dan pembelajaran dengan juga memadukan digitalisasi. Tujuannya supaya perpustakaan lebih menarik serta memberikan pemustaka kepuasan dalam memanfaatkan layanan perpustakaan.
Hal inilah yang mengemuka dalam Seminar Nasional bertajuk Development Opportunities and Their Impact on Libraries sekaligus acara Musyawarah Nasional Asosiasi Perpustakaan Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (APPTNU) yang diselenggarakan di Kampus Unusa, Jumat (17/3).
Ketua APPTNU Periode 2018-2023 sekaligus Ketua Pelaksana Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional APPTNU, Yeni Fitria Nurahman mengatakan, perpustakaan memiliki fungsi terkait penyediaan literasi informasi. Hal ini merupakan keterampilan yang wajib dimiliki setiap pustakawan, dan keterampilan ini perlu ditingkatkan agar lebih adaptif dalam menghadapi perubahan zaman, utamanya era digital saat ini yang akan mengarah pada society 5.0.
“Pustakawan sebagai pelayan informasi memiliki tugas yang kompleks disamping sebagai pelayan informasi juga berperan sebagai pengolah informasi. Kemudian perubahan zaman yang terjadi saat ini, secara tidak langsung menuntut pustakawan untuk dapat memberikan pelayanan kepada pemustaka yang memiliki kebutuhan beragam, termasuk melalui layanan digital dan layanan kenyamanan saat berada di perpustakaan langsung. Di Unusa saat ini telah menyediakan beragam hiburan dalam perpustakaan bukan hanya kebutuhan referensi,” tuturnya.
Seminar Nasional dibuka oleh Rektor Unusa, Prof Dr Ir Achmad Jazidie, M.Eng., Kegiatan ini dihadiri oleh Ketua LPTNU, Prof Ainun Naim dan Pembina APPTNU, Dr Labibah Zain, M.LIS sebagai narasumber. Hadir pula Sekjen Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia (FPPTI) Pusat, Ketua FPPTI Jawa Timur dan Jawa Tengah, Ketua Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI), serta Kepala Perpustakaan PTNU, Perguruan Tinggi Negeri, dan Perguruan Tinggi Swasta.
Pembina APPTNU sekaligus Ketua Perpustakaan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Dr Labibah Zain, M.LIS mengungkapkan bahwa transformasi teknologi komunikasi dan informasi menuntut pustakawan untuk lebih mengembangkan layanan perpustakaan secara luas melalui technology resources.
“Perpustakaan sebetulnya telah mengalami perkembangan yang berawal dari Library 1.0, yang hanya memiliki feedback satu arah hingga saat ini sampailah pada pengembangan yang lebih luas pada Library 5.0. Dalam perpustakaan, saat ini society 5.0 memberikan satu pintu dalam mencari koleksi informasi yakni menggunakan Electronic Resource Management (ERM), Cloud Computing, Federated Search, Internet Of Things (IOT), dan Artificial Intelligent (AI),” ungkapnya.
Labibah menambahkan, peran pustawakan sebagai knowledge facilitator merupakan kunci utama dalam perpustakaan untuk meningkatkan perkembangan perpustakaan, hal tersebut dapat didukung dengan individual knowledge dan relation, tak hanya berfokus pada dana yang dimiliki. Pengetahuan merupakan aset jangka panjang yang memiliki dampak berkepanjangan di masa depan.
“Sebagai pustakawan, faktor dana jangan menjadikan penghambat dalam peningkatan perkembangan perpustakaan. Gunakanlah pengetahuan untuk membuat program terbarukan, dan buatlah proposal untuk digunakan sebagai pencari investor juga. Selain itu, kekuatan relasi juga menjadi hal yang berdampak. Untuk para perpustakaan PTNU, jangan pernah menyerah, main capital saat ini adalah pengetahuan dan lakukan kolaborasi, sehingga maksimalkan itu, termasuk pengetahuan yang dibentuk dalam repository oleh para civitas akademika” ucapnya.
Dalam dunia society 5.0, Labibah mengungkapkan, Sumber Daya Manusia (SDM) yang dikolaborasikan dengan teknologi ataupun fasilitas dan sistem akan menghasilkan solusi terhadap problematika masyarakat saat ini.
“Yang menjadi kunci utama pada perpustakaan adalah SDM-nya dan modalnya adalah pengetahuan serta kreativitas. Dan tidak lupa berikan koleksi yang menyenangkan, bukan hanya koleksi buku, tapi berikan hiburan seperti permainan ataupun fasilitas tontonan serta berikan layanan dan tempat yang nyaman bagi pemustaka,” tambahnya.
Setelah Seminar Nasional, acara dilanjutkan dengan Musyawarah Nasional anggota APPTNU dalam regenerasi pengurus yang bertempat di Café Fastron. Dan pada musyawarah tersebut menetapkan kembali Yeni Fitria sebagai ketua APPTNU untuk periode mendatang, 2023-2026.
“Dipercaya kembali sebagai ketua APPTNU merupakan amanah yang perlu dilaksanakan secara baik dan totalitas, serta semoga dapat mengembangkan program-program terbarukan APPTNU dan membantu meningkatkan layanan perpustakaan di PTNU menjadi lebih baik dan mengikuti perkembangan zaman” ucap Yeni dalam sambutannya. (Humas Unusa)