Surabaya – Kampus merdeka, program yang dibentuk oleh Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) memiliki beberapa program, salah satunya yakni Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM). Selain mempelajari antar budaya di Indonesia, PMM juga memberikan perkuliahan sesuai dengan program studi yang dijalani kepada mahasiswa yang terpilih.
Marchel Septi Pratama, mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) yang terpilih sebagai salah satu peserta PMM pada periode kedua. Ia memilih Universitas Islam Riau sebagai kampus yang dituju untuk pertukaran mahasiswa dan kampus tempatnya mempelajari program studi (prodi) yang sedang ditekuni serta mempelajari budaya di sana.
“Motivasi saya awal mengikuti PMM sebenarnya karena saya ingin tahu dan mempelajari secara langsung budaya di Indonesia hehe, selama ini kan cuma bisa nonton budaya-budaya di Indonesia lewat media sosial. Dan saya memilih Universitas Islam Riau karena disarankan oleh prodi untuk belajar budaya disana dan memilih prodi yang sesuai dengan prodi saya sekarang ya di Riau itu,” ungkapnya saat diwawancarai, Selasa (28/2).
Selama 4 bulan, Marchel bersama 130 temannya yang terpilih, berkuliah setiap hari di Universitas Islam Riau layaknya kuliah seperti biasa yang dilakukan di tempat asal, yang sedikit membedakan adalah pada hari sabtu dan minggu tetap diadakannya kuliah namun dikemas dalam pembelajaran budaya yang disebut sebagai Modul Nusantara. Para peserta PMM juga dibebaskan dalam memilih mata kuliah dan dosen yang diinginkan selama pembelajaran, dan pemilihan itu dilakukan sebelum mereka berangkat ke Riau.
“Ada satu mata kuliah yang wajib dipilih dari PMM yaitu namanya Modul Nusantara. Disitu kita seperti observasi budaya, pergi ke tempat bersejarah, cicip makanan khas di sana, belajar adat juga berkenalan dengan suku-suku yang ada di Riau. Intinya Modul Nusantara itu pembelajaran yang dikemas sambil jalan-jalan dan kegiatannya sangat seru,” katanya.
Saat menetap sementara di Riau, Marchel menceritakan bahwa ia bersama peserta yang lain, diterima hangat oleh masyarakat. Mereka juga mengenal dan mempraktekkan berbicara bahasa melayu sebagai bahasa sehari-hari di Riau.
“Masyarakat Riau itu sangat hangat. Selama disana juga aksesnya terbilang masih enak, seperti jalanan, transportasi, dan sinyal. Di Riau itu ada 5 suku yang menetap dan tempat-tempat penting di sana selalu dibentuk seperti rumah selembayung, contohnya kantor gubernur. Cuman yang kurang cocok menurut saya adalah nasi disana dimasak seperti nasi pera yang kering, beda dengan kebiasaan saya di Jawa,” pungkasnya.
Mahasiswa prodi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) itu menambahkan, selama menjalani program PMM mereka juga ditugaskan untuk membuat laporan bulanan mengenai mata kuliah Modul Nusantara yang dijalani. Laporan yang dibuat berisikan budaya maupun adat apa saja yang telah dipelajari. Namun hal tersebut bukan menjadi sebuah beban, melainkan memberi kesan yang sangat melekat.
“Pengalaman ini merupakan pengalaman yang sangat berkesan bagi saya, mulai dari saat kuliah, dosen-dosennya sangat ramah dan mudah dipahami mengajarnya. Saya mendapat teman baru dari berbagai daerah di Indonesia juga, dan walaupun hanya 4 bulan, tapi kesannya sangat membekas, semoga bisa berkunjung lagi kesana ataupun ke daerah lain di Indonesia,” ucapnya. (Humas Unusa)