Surabaya – Pondok pesantren (ponpes) sebagai lembaga tempat menuntut ilmu menjadi sarana berkumpulnya para santri dari berbagai daerah. Namun lingkungan ponpes seringkali dihadapkan pada masalah kesehatan dan fasilitas yang kurang memadai. Masalah ini mendapat perhatian dari Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Program Studi Kesehatan Masyarakat (Prodi Kesmas) dengan meluncurkan program Pesantren Bersahaja (Bersih, Sehat dan Harmonis di Jawa Timur).
“Program Pesantren Bersahaja ini juga mendukung program dari Kemenkes yakni Pesantren Sehat. Tapi kita khususkan di Jawa Timur karena memang di prodi Kesmas itu sendiri memiliki ciri khas pada pendekatan kesehatan masyarakat pesantren,” ujar Dwi Handayani, S.KM., M.Epi, Ketua Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Unusa, Senin (13/2).
Dwi melanjutkan, Pesantren Bersahaja sekaligus menjadi program ikonik bagi Unusa. Sehingga jika ada penyebutan terkait Pesantren Bersahaja maka yang terlintas adalah Unusa.
Dwi menjelaskan program Pesantren Bersahaja ini menekankan pada program promotif preventif.
“Selama ini kita mengenal pelayanan kuratif atau pengobatan ya. Tapi di sini kami fokusnya pada promosi kesehatan dan upaya-upaya pencegahan (masalah kesehatan) untuk kemandirian masyarakat pesantren,” jelasnya.
“Kalau kita lihat setiap tahun santri di pesantren (yang masuk) banyak sekali. Itu juga menjadi tantangan bahwa kesehatan santri itu juga penting untuk Indonesia juga ya, karena untuk menyiapkan SDM yang unggul juga harus sehat,” sambungnya.
Menurut Dwi, kehidupan di pesantren sedikit berbeda dengan masyarakat kebanyakan di mana kehidupan di pesantren hidup bersama dengan berbagai karakter orang dengan waktu yang cukup lama. Dan akses penerimaan informasi kesehatan cukup minim.
“Program Pesantren Bersahaja ini bisa menjadi satu alternatif bagi mereka (warga pesantren) untuk menambah wawasan seputar kesehatan dan melatih kemandirian dari santri untuk dapat menjaga kesehatan,” paparnya lagi.
Adapun salah satu dari program Pesantren Bersahaja ini menciptakan kader santri sehat. Di mana santri-santri tersebut akan dilatih untuk nantinya bisa menskrining kesehatan di lingkungan pesantren. Tidak hanya kesehatan individu santri tapi juga lingkungan.
“Jadi mereka bisa mendeteksi apakah lingkungan mereka itu cukup bersih, sehat. Pelatihan yang diberikan seperti pengukuran status gizi, kemudian (deteksi) penyakit-penyakit yang bisa diukur dari gejala. Sehingga ada kewaspadaan dini. Lingkungan kamar juga sekitar pesantren mereka bisa pantau,” ungkapnya.
Dwi mengungkapkan sejak diluncurkan pada akhir September 2022 lalu, program Pesantren Bersahaja telah memiliki satu pilot projects yakni pesantren di Kabupaten Pamekasan.
Program Pesantren Bersahaja di pesantren tersebut dilakukan oleh mahasiswa semester 6 dengan didampingi dosen Prodi Kesehatan Masyarakat Unusa serta melibatkan pengurus dan santriwan-santriwati pondok pesantren tersebut dan didukung pula oleh pihak Puskesmas setempat.
“Kami melakukan pendampingan selama 3 bulan di pesantren tersebut dengan melibatkan pihak puskesmas setempat,” imbuhnya.
Dwi menuturkan, untuk tahun ini program Pesantren Bersahaja akan dilakukan pada beberapa pesantren di sekitar kampus Unusa.
“Tahun ini lebih ke pesantren di sekitar kampus dulu ya, baru setelah itu pesantren lainnya di wilayah Jawa Timur,” tukasnya. Harapannya program Pesantren Bersahaja ini dapat mewujudkan kemandirian kesehatan bagi masyarakat pesantren dan dapat diterapkan secara luas di pondok pesantren yang ada di Jawa Timur dengan menggandeng Dinas Kesehatan. (***)