Surabaya – Dosen Fakultas Kebidanan dan Keperawatan (FKK) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya Iis Noventi. S.Kep., M.Kep salah satu penggagas Jalan Nordik Surabaya (JNS).
Jalan nordik atau nordic walking memang belum begitu popular di masyarakat, namun olahraga jalan kaki dari Skandinavia itu sangat disukai lansia karena bisa menghilangkan rasa nyeri pada kaki sehingga bisa kembali berjalan dengan normal. Kini, jalan nordik mulai disukai walau di kalangan terbatas, bahkan sudah ada komunitasnya.
Hal ini dilakukan sejak Iis mendapatkan hibah penelitian dari Kemdibud 2019. Di mana dia meneliti tentang perbedaan latihan nordic walking dan brisk walking terhadap perubahan sirkulasi arteri kaki pada penderita PAD (Peripheral Arterial Desease) atau penyumbatan arteri di kaki.
Jalan nordik sendiri adalah olahraga jalan kaki menggunakan tongkat sebagai penyeimbang seseorang yang mengalami kesulitan berjalan. Tongkat nordik itu adalah tongkat yang biasa dipakai para pendaki gunung. “Tidak hanya sebagai penyeimbang, tongkat juga membantu penderita untuk bisa berjalan tegak sehingga postur tubuhnya tidak berubah,” ujar Iis, Selasa (8/12).
Penelitian ini awalnya dilakukan untuk membuktikan apakah jalan nordik ini memang bisa berpengaruh terhadap pengurangan nyeri pada kaki khususnya para lansia. Iis mengungkapkan, dia ingin membuktikan hal itu, karena di negaranya, olahraga ini sangat disukai.
Untuk awal, olahraga ini diujicobakan pada beberapa lansia yang mengalami nyeri pada kaki. Dengan mempraktikkan jalan nodik ini beberapa dari mereka mengalami perubahan. Nyerinya sudah berkurang. Bahkan, mereka yang semula tidak kuat berjalan jauh justru mengalami perubahan.
“Sejak melakukan jalan nordik ini, mereka justru tidak mau kalau hanya jalan dua kilometer. Kurang gobyos katanya,” ungkap Iis yang tiga kali dalam seminggu mengajak komunitas ini berkumpul dan olahraga jalan nordik bersama.
Dari beberapa kali dilakukan, Iis mengaku banyak dari anggota komunitas yang berjumlah 50 orang ini mengalami perubahan. Terutama berkurangnya rasa nyeri pada kakinya. “Namun karena semakin banyaknya komunitas ini, akhirnya bukan sekadar penelitian akan tingkat nyeri pada kaki tapi ke hal-hal lain,” jelasnya.
Dari pengalaman itu, Iis melakukan pemantauan nadi kakinya dengan alat ABPI (Automated Ankle Brachial Pressure Index atau ABPI adalah alat untuk mengukur Ankle Brachial Index) untuk mengetahui kesehatan sirkulasi nadi kaki. selain itu juga dipantau undeks masa tulang (IMT)-nya, tekanan darahnya, nadinya dan saturasi oksigennya.
“Saya buatkan Kartu Sehat Nordik (KSN) yang masing masing peserta punya kartu ini untuk memantau kesehatan dan perkembangan dari hari ke hari. Semua saya catat di kartu itu perkembangan semua anggota komunitas JNS,” jelas Iis.
Ternyata dari pengalaman beberapa waktu melakukan ini, Iis menyebutkan, nyeri di kaki para peserta mulai berkurang. Bentuk tubuh yang semula membungkuk menahan sakit ketika berjalan mulai tegak kembali.
Selain itu, berat badan dan lingkar pinggang peserta mulai menurun serta hal-hal positif lainnya. “Ada 50 peserta yang tergabung di komunitas ini. Alhamdulillah disukai,” tukasnya.
Olahraga ini memang berperan besar bagi para lansia untuk kembali bugar. Setidaknya bisa mandiri untuk melakukan aktivitas tanpa bantuan orang lain. Apalagi, karena olahraga ini dilakukan di udara terbuka membuat psikologis lansia lebih terjaga.
Baidlowi salah satu anggota komunitas ini mengaku menderita spondilitis. Karena penyakit ini, jalannya sangat pelan karena rasa nyeri. Namun setelah mengikuti olah raga ini dia mengaku bisa berjalan jauh dengan kecepatan hampir normal dan tidak ada keluhan nyeri, bahkan sudah bisa menyusuri jalan di pegunungan yang naik turunnya cukup menanjak. “Alhamdulillah, sekarang sudah bisa berjalan normal walau harus tetap hati-hati,” tuturnya.
Dengan manfaat yang sangat besar itu, Iis mengaku akan membuat buku tentang jalan nordik ini. Sehingga manfaatnya bisa dirasakan oleh semua orang. (sar humas)