Surabaya – Dosen Program Studi (Prodi) S1 Gizi Fakultas Kesehatan (FKes) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Farah Nuriannisa, S.Gz., M.P.H menjelaskan body shaming berdampak buruk bagi remaja putri yang diet secara berlebihan serta memiliki dampak buruk bagi kesehatan.
Farah menjelaskan kemajuan tekonologi internet membuat tidak jarang seseorang mendapatkan body shaming yang diterima oleh remaja putri. Kondisi ini membuat korban body shaming akan menjalani diet yang sangat ketat.
“Kondisi ini yang membuat korban akan mengalaminkendala gizi yang tidak bagus bagi tubuhnya,” jelas Farah, Jumat (27/11).
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pada remaja yang mendapat kritikan dari keluarganya mengenai bentuk tubuh atau berat badan akan berdampak pada ketidakpuasan terhadap dirinya sendiri. Lingkungan pertemanan juga dapat menimbulkan adanya ketidakpuasan diri pada remaja melalui perilaku bullying verbal, kritik, diskusi dan penilaian (judging), serta adanya komparasi penampilan fisik di antara remaja (Voelker, Reel & Greenleaf, 2015).
Adanya tekanan seperti kritik, bullying, dan judging dari lingkungan sosial dapat menurunkan kepercayaan diri (self esteem) seseorang. Rendahnya self esteem pada seseorang berhubungan dengan ketidakpuasan diri atau negative body image (Rahmania & Yuniar, 2012). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa adanya negative body image membawa beberapa dampak perilaku tidak sehat pada remaja.
Salah satunya adalah adanya perilaku gangguan makan atau eating disorder. Gangguan makan dapat terjadi karena remaja yang memiliki negative body image mencoba untuk mengubah bentuk tubuhnya hingga menjadi ideal dengan cara mengontrol dan mengatur pola makan mereka (Voelker, Reel & Greenleaf, 2015).
Pada remaja yang memiliki negative body image yang parah, timbul rasa tidak puas secara terus menerus terhadap dirinya sendiri, bahkan setelah mereka dapat mencapai berat ideal mereka. Penelitian yang sama juga menyebutkan bahwa rasa tidak puas pada penampilan diri, didukung dengan tekanan dari lingkungan sekitar, akan membuat remaja merasa bersalah bila mengonsumsi suatu makanan.
Sehingga timbul risiko terjadinya anorexia nervosa (membatasi makanan yang masuk ke dalam tubuh secara ketat) dan/atau bulimia nervosa (mengeluarkan kembali apa yang telah dikonsumsi, misalnya dengan memuntahkan makanan kembali atau menggunakan obat pencahar (laxative) dan diuretik).
Pada remaja yang mengalami gangguan makan, terdapat perubahan metabolisme hormon. Salah satunya adalah metabolisme leptin yang dimetabolisme dalam jaringan lemak. Pada remaja dengan anorexia nervosa atau bulimia nervosa, terjadi penurunan kadar leptin akibat hilangnya cadangan lemak dan energi tubuh (Park & Ahima, 2015).
Pada kondisi kadar leptin yang rendah, terjadi penurunan thyroid dan growth hormone yang berperan dalam proses pertumbuhan. Menurut penelitian dari Park & Ahima yang dilakukan pada tahun 2015, selain berpengaruh terhadap hormon, leptin juga berpengaruh terhadap pembentukan, pertumbuhan, dan densitas tulang.
Pada remaja putri, rendahnya kadar leptin juga dapat menyebabkan amenorrhea atau berhentinya siklus menstruasi dengan mekanisme penurunan luteinizing hormone yang berhubungan dengan ovarium dan organ reproduksi lainnya, sedangkan pada remaja putra, rendahnya kadar leptin akan menyebabkan hormon testosteron berkurang. Remaja yang mengalami negative body image, berisiko mengalami gangguan pertumbuhan, baik fisik maupun seksual, sehingga akan berdampak pada kesehatan fisik dan reproduksinya kelak.
Program yang efektif dalam mencegah dan mengurangi negative body image pada remaja adalah dengan memberikan media literacy (melakukan analisa dan kontrol interpretasi pada pesan media sehingga tidak mudah percaya dengan pesan media), peningkatan self –esteem (percaya diri) pada remaja dengan pemberian edukasi dan aktivitas, dan diskusi dengan teman sebaya mengenai body image dan self-esteem.
Program juga dapat ditambahkan dengan edukasi mengenai diet yang baik untuk manajemen berat badan serta bahaya eating disorder atau gangguan makan untuk remaja (Yager et al., 2013). Selain itu, tentu saja, kita sebagai sesama makhluk hidup ciptaan Tuhan tidak memiliki tugas untuk menilai kelebihan dan kekurangan orang lain, terutama dari segi fisik atau penampilan. Hargailah setiap individu, jangan hancurkan hidup orang lain dengan komentar-komentar buruk. (sar humas)