Surabaya – Dosen Program Studi (Prodi) S1 Akuntansi, Fakuktas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Dina Anggraeni Susesti, SE, MSA menilai jika pandemi telah menghentikan sebagian besar aktivitas ekonomi terlebih dari sektor yang berkaitan dengan mobilitas orang seperti pariwisata sangat berpengaruh.
Dina menjelaskan sejak pertama Corona diumumkan menyebar di Indonesia pada 2 Maret lalu membuat kunjungan wisata langsung turun tajam. Dengan begitu, Pariwisata membuat mati suri hingga beberapa bulan, dan baru menggeliat seiring pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
“Tidak ada yang mampu untuk meramalkan kapan pandemi ini berakhir, ini membuat kondisi pereknomian tidak tumbuh namun malah menurun, sehingga banyak perusahaan atau masyarakat melakukan banyak cara untuk bisa bertahan hidup,” beber Dina, Kamis (23/7).
Dampak Covid-19 terjadi berbagai bidang sosial, ekonomi, pariwisata dan pendidikan. Kondisi seperti saat ini sudah dilakukan oleh Pemerintah didalam mengatasi hal tersebut sangat penting. “Mulai dengan menciptakan lapangan kerja seperti UMKM serta pemberian sembako pada masyarakat yang benar benar mengalami dampaknya,” jelas Dina.
Menurunnya ekonomi ini bukan hanya terjadi di Indonesia namun negara maju seperti Eropa, Inggris dan Perancis akan kehilangan output ekonomi yang besar jumlahnya dalam tiga bulan terakhir ini. “Untuk Indonesia, Menjelang berakhirnya semester pertama membuat kondisi perekonomian memang sudah sedemikian terpukul. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh di kisaran -0,4 persen hingga 1 persen,” jelas Dina.
Adanya restruktur kredit, pembiayaan usaha kecil dan menengah, serta stimulus Kredit Usaha Rakyat ( KUR ) yang dilakukan Pemerintah untuk penanganan Covid 19. “Banyaknya masyarakat yang belum mampu mengatasi perubahan ekonomi yang bergejolak dikarenakan sejumlah Perusahaan Perbankan belum memberikan kebijakan khusus bagi kreditur,” ungkap Dina.
Bukan hanya masyarakat menengah ke bawah namun menegah ke atas mengalami dampak perekonomian ditengah pandemi lantaran adanya desakan kebutuhan. “Untuk masyarakat menengah ke atas terjadi lantaran banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang di lakukan perusahaan yang belum bisa memenuhi penggajian tiap bulannya sehingga berdampak dengan tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga,” jelas Dina.
Masyarakat harus mengubah mindset serta habit di dalam pemenuhaan kebutuhan pada penciptaan pendapatan untuk dapat bertahan hidup. Pemerintah Kota setempat mengharuskan untuk tidak membuka usaha warung makanan, dan sejumlah gerai usaha lainnya yang melakukan kontak langsung dengan pembeli.
“Banyak masyarakat yang beralih ke usaha online ini dilakukan untuk mengejar pendapatan dengan mengubah usaha yang tidak di butuhkan menjadi yang dibutuhkan, semisal memenciptakan ide untuk masker, dan hand sanitizer,” ucap Dina.
Dina menjelaskan jika harga kedua barang tersebut saat awal pandemic covid 19 sangat fantastis. Namun masyarakat tidak tinggal diam untuk menghadapi harga tersebut. “Banyak cara yang di gunakan untuk dapat menjadikan peluang usaha dari harga pasaran,” ungkapnya.
Masyarakat berharap agar virus corona ini segera hilang serta obat dan vaksin untuk melawan virus Covid-19 masih dalam pengembangan. Diperkirakan baru pada tahun 2021 vaksin bisa diproduksi secara massal. “Itu pun juga dengan catatan masih melalui proses uji coba terlebih dulu,” ucap Dina.
Artinya, perusahaan-perusahaan dan masyarakat harus bisa bertahan dengan kondisi era new normal seperti sekarang hingga tahun 2021. “Masih ada satu semester di tahun 2020 yang harus dijalani dengan penuh kehati-hatiaan dan menaga kesehatan,” ucap Dina. (sar humas)