Surabaya – Pandemi Covid-19 memang telah memaksa pembelajaran dilakukan secara online atau daring (dalam jaringan).
Namun ini bukan tanpa kendala. Karena banyak keluhan dari para orang tua karena biaya untuk membeli paket data yang cukup menguras kantong.
Hal itu menjadi perhatian Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie, M.Eng.
Dalam sebuah Sharing Session di Era New Normal secara online yang digelar LLDIKTI Wilayah VII, Sabtu (13/6/2020), Prof Jazidie mengatakan dengan banyaknya keluhan itu, sistem pembelajaran online seharusnya bisa lebih murah dan fleksibel.
Caranya dengan berbagai macam. Misalnya tidak mengharuskan dosen dan mahasiswa menggunakan satu aplikasi saja, atau bisa juga tidak harus pembelajaran online yang real time dan sebagainya.
“Tapi dosen tetap harus diberi pemahaman agar pembelajaran itu bisa bervariasi. Yang sekiranya mudah dan paling enak diakses mahasiswanya. Di sinilah dosen bisa lebih kreatif,” ujar dosen Teknik Elektro ITS ini.
Sekarang ini, Unusa sedang mengembangkan hal itu. Sehingga nantinya ditemukan formula yang bisa saling menguntungkan antara dosen dan mahasiswanya.
“Tapi kami sudah memberikan panduan. Misalnya pembelajaran bisa melalui video yang dibuat dosen. Lalu disebarkan ke mahasiswa. Sehingga mahasiswa bisa mengulang kembali materi tersebut kapanpun. Tapi kalau memang materi real time harus dilakukan ya silahkan. Harus dikombinasikan,” tukas Prof Jazidie.
Selain itu, Prof Jazidie mengatakan perkuliahan daring di Unusa sebenarnya bukan hal yang baru. Karena sejak 2017, Unusa memiliki e-Sorogan System. Ini mengadaptasi pembelajaran di pondok pesantren dengan sentuhan modernisasi.
“Sejak 2017 kami bagikan tablet kepada mahasiswa baru Unusa sebagai media e-learning itu yang kami berinama e-Sorogan. Dosen pun juga mendapatkannya,” ungkapnya.
E-Sorogan ini adalah blanded learning (BL)-nya Unusa. Di sinilah Unusa menerapkan kombinasi antara pembelajaran online dengan konvensional atau tatap muka di kelas. “Dan ternyata menggabungkan keduanya itu lebih efektif dan efisien. Terutama di saat seperti ini,” tandasnya.
Dalam hal ini komposisi pembelajarannya masih lebih banyak pembelajaran konvensional atau tatap muka di kelas yakni 55 persen konvensional dan 45 persen daring.
Prof Jazidie merinci dari 16 minggu dalam satu semester, dua minggu untuk ujian yang dimasukkan katagori konvensional. Sisa 14 minggu untuk pembelajaran dibagi dua antara konvensional dan daring.
“Sehingga komposisi masih lebih banyak konvensional. Ini sebenarnya sudah dilakukan Unusa, tapi tiba-tiba ada Covid-19 yang 100 persen pembelajaran dilakukan secara daring,” tandasnya.
Unusa yang lebih banyak program studi (prodi) kesehatan, diakui Prof Jazidie memerlukan pembelajaran tatap muka terutama saat praktik di laboratorium yang tidak bisa digantikan dengan online.
Karenanya Unusa mulai memetakan hal tersebut, mana saja yang harus ada tatap muka dan mana yang bisa dengan online. (end/rud/humas)