Surabaya – Sistem pendidikan Finlandia dianggap sebagai salah satu sistem pendidikan terbaik di dunia. Pendidikan di negeri ini secara rutin mengungguli Amerika Serikat dalam bidang pendidikan termasuk, literasi membaca, sains, dan matematika. Finlandia selalu menempati skor terbaik dalam survei penilaian siswa internasional (PISA) yang dilakukan tiga tahun sekali sejak 2000.
Melihat peran negara tersebut dalam dunia pendidikan, mengerakkan ratusan pendidik dari berbagai penjuru Indonesia mengikuti Seminar dan International Workshop di Auditorium Lantai 9 Tower Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Kampus B Jemursari Surabaya, Kamis (9/1).
Unusa kerja sama dengan lembaga next edu untuk menghadirkan Pakar Pendidikan, Allan Schneitz (Finlandia), Muslimin Ibrahim (Indonesia), Munif Chatib (Indonesia) untuk memberikan wawasan pendidikan di negara Finlandia.
Pencetus ide Dream School asal Finlandia, Allan Schneitz mengungkapkan pendidikan harus mampu menyiapkan anak-anak untuk menghadapi masa depannya. Karena tantangan yang datang di masa depan akan berbeda dengan apa yang terjadi saat ini.
“Tujuan pendidikan yang utama adalah menyiapkan bekal bagi anak-anak untuk menghadapi masa depannya. Karena itu perlu bagi para pendidik untuk mendapatkan wawasan apa yang sebenarnya terbaik bagi anak-anak dalam pendidikan di sekolah,” kata Allan.
Dia menjelaskan, Finlandia sendiri selama ini dinilai sebagai negara dengan pendidikan terbaik karena konsep pendidikan yang sebenarnya sederhana. Yakni konsep pendidikan yang memberi kesempatan seluas-luasnya bagi anak untuk dapat mengembangkan minat dan bakatnya.
Mengedepankan nilai-nilai baik yang membentuk perilaku dan sikap positif. Finlandia percaya semua anak memiliki keunggulan masing-masing selama diberi kesempatan.
“Anak-anak tepat belajar matematika, bahasa sebagai pengetahuan dasar. Tapi kami lebih mengedapankan pendidikan yang menanamkan nilai-nilai pada anak-anak,” ujar Allan.
Secara khusus, kata Allan, untuk menghadapi masa depan, ada keterampilan abad 21 yang harus dimiliki anak-anak, yaitu bagaimana menumbuhkan kreativitas, membangun kerja sama dan berkolaborasi, berpikir kritis dan membangun komunikasi.
Lain halnya dengan Munif Chatib, Dia memberikan materi dengan tema Merdeka Belajar Itu Guru Kreatif kepada ratusan guru-guru yang berasal dari penjuru Indonesia dan beberapa dari Malaysia ini. Munif mengungkapkan bahwa guru tegas akan dibutuhkan daripada guru keras. Salah satu contoh saja, Pada usia dini, anak-anak cenderung bersikap sesuai dengan apa yang diinginkan guru. Ketika mendapati guru memberikan perintah dengan nada tinggi misalnya, sangat mungkin siswa akan melakukan pekerjaan yang diperintahkan.
“Bisa jadi hal ini hanya merupakan tindakan untuk menyenangkan guru, bukan tindakan yang benar-benar ingin dilakukan oleh siswa. Bukan tidak mungkin hal ini dilakukan dengan disertai rasa terpaksa, takut, atau bahkan tertekan,” ungkap Dosen Program Studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Unusa ini.
Penulis Buku Sekolahnya Manusia ini menambahkan, Sikap tegas cenderung membuat kelas menjadi lebih tertib dan teratur, sedangkan sikap garang cenderung menimbulkan suasana kelas yang menegangkan. Yang penting untuk diingat adalah bahwa dunia dan kehidupan terus berkembang, begitu pula manusia yang ada di dalamnya.
“Guru harus bersikap sebagai teman belajar sekaligus bermain bagi siswa, bukan seorang guru kelas semata,” tambahnya. (Humas Unusa)