Surabaya – Sampah plastik sudah menjadi masalah di setiap kota di seluruh dunia. Perang melawan sampah plastik terus dilakukan tidak terkecuali di Surabaya dan sekitarnya.
Caranya dengan berbagai macam, misalnya dengan tidak menggunakan kantong plastik saat berbelanja hingga memanfaatkan sampah plastik untuk sesuatu yang bermanfaat.
Untuk mengolah sampah plastik itu, masyarakat memang tidak bisa sendirian melakukannya.
Mereka membutuhkan bantuan pihak lain karena mengolah sampah plastik memang dibutuhkan inovasi dan kreativitas. Terutama bantuan dari para akademisi.
Seperti halnya yang dilakukan tim mahasiswa dan dosen Prodi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) yang memberikan pelatihan pemanfaatan sampah plastik menjadi sesuatu yang bermanfaat melalui cara ecobrick.
Tim dosen itu yakni Edza Aria Wikurendra, Akas Yekti Pulih Asih dan Wiwik Afridah. Mereka dibantu beberapa mahasiswa Sulfi Titianto, Bintang Adi Kurniawan, Wahyu Kurniawan dan Alaika Syarif.
Tim ini melakukan pelatihan ecobrick untuk warga di RW 01 Kelurahan Jagir, Kecamatan Wonokromo Kota Surabaya. Pelatihan ecobrick ini merupakan cara baru untuk memanfaatkan sampah plastik menjadi barang berguna.
Ini dilakukan karena dari tahun ke tahun produksi sampah terus meningkat. Hal itu seiring dengan semakin bertambahnya jumlah populasi masyarakat Indonesia sehingga membuat pola konsumsi masyarakat dan gaya hidup masyarakat juga ikut meningkatkan.
Daya beli masyarakat terhadap berbagai jenis bahan pokok dan hasil teknologi serta meningkatnya usaha atau kegiatan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap meningkatnya volume sampah.
Dikatakan Edza selaku ketua tim pengabdian masyarakat ini, di Kota Surabaya hingga akhir 2017 jumlah penduduk yang terdata di Dispendukcapil sebanyak 3.065.000 jiwa.
Besarnya penduduk dan keragaman aktivitas di kota-kota metropolitan di Indonesia mengakibatkan munculnya persoalan dalam pelayanan prasarana perkotaan, seperti masalah sampah.
Dalam sehari Kota Surabaya menghasilkan sampah plastik sebanyak 400 ton. Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Kota Surabaya, Jawa Timur, mencatat jumlah sampah yang masuk ke tempat Pembuangan akhir (TPA) Benowo pada 2016 mencapai 1500 ton perhari.
Jumlah itu lebih kecil dari tahun 2015 yaitu sebesar 2000 ton per hari (Amaluddin, 2017). Meskipun begitu, tumpukan sampah masih memberikan kekhawatiran bagi masyarakat karena dapat berpotensi memberikan dampak buruk dan menciptakan masalah lainnya karena jumlah penduduk di Surabaya yang terus meningkat setiap tahunnya.
Selama ini ada banyak hal yang dilakukan untuk mengatasi masalah sampah di Surabaya. Tiga paradigma kumpul – angkut – buang menjadi pengolahan yang bertumpu pada pengurangan sampah dan penanganan sampah.
Namun kegiatan ini masih menghadapi kendala utama, yaitu rendahnya kesadaran masyarakat untuk memilah sampah. Dan juga tidak meratanya penggunaan bak sampah di beberapa rumah warga dengan alasan tidak adanya lahan untuk menempatkan bak sampah karena penempatan rumah-rumah warga yang berada di dalam gang kecil.
Tak terkecuali yang ada di RW 01 Kelurahan Jagir, Kecamatan Wonokromo.
“Dari sana kami mencoba untuk memberikan solusi dengan memanfaatkan sampah plastik ini dengan ecobrick,” ujar Edza saat ditemui di ruang kerjanya lantai 5 Fakultas Kesehatan Tower Unusa Kampus B Jemursari Surabaya, Senin (30/12).
Ecobrick adalah botol plastik yang diisi padat dengan limbah non-biological untuk membuat blok bangunan yang dapat digunakan kembali. Ecobrick mampu memberikan kehidupan baru bagi limbah plastik.
Ecobrick adalah cara lain untuk utilisasi sampah-sampah tersebut selain mengirimnya ke landfill (pembuangan akhir).
Beruntung dengan pendekatan yang baik, tim Unusa bisa memberikan pelatihan di kampung tersebut. Warga menyambut baik tentang ecobrick ini. Bahkan mereka dengan sukarela ikut pelatihan ini.
“Alhamdulillah masyarakat menyambut baik pelatihan ini,” tukas Edza.
Ada berbagai macam jenis barang-barang tepat guna yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai hal seperti kursi, meja dan sebagainya yang dibuat masyarakat dengan ecobrick ini. “Kami senang hasilnya bisa dimanfaatkan masyarakat,” tukasnya.
Dengan cara ini, ke depan kata Edza, harapannya bisa timbul pemahaman, pengetahuan dan kesadaran pada tiap individu dalam menangani masalah sampah plastik dan dapat berperilaku hidup yang bersih dan sehat.
Intervensi dalam pengabdian masyarakat ini dilakukan dengan dua metode yakni pelaksanaan pelatihan pembuatan ecobrick untuk mengurangi sampah plastik bagi manusia dan lingkungan sehingga mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Dengan pelatihan ini diharapkan pemahaman, pengetahuan dan kesadaran setiap individu dapat meningkat. (lis/rud/humas unusa)