Surabaya – Para perawat saat memberi pertolongan saat terjadi bencana harus mengedepankan aspek etika legal. Mereka harus memahami bagaimana menangani dan menolong manusia agar tidak melanggar hukum, serta tetap menjaga aspek etika.
“Saat memberi pertolongan, para perawat harus tetap menghormati korban dan penyintas atau korban selamat,” kata Mukhamad Fathoni SKep MNS, dosen keperawatan gawat darurat, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, saat kuliah umum bertema ‘Peran Perawat dan Aspek Legal Etik dalam Penatalaksanaan Bencana di Indonesia’, di Cafe Fastron Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Selasa (17/12).
Mukhamad Fathoni, berpesan kepada para mahasiswa perawat agar siap berperan saat prabencana maupun saat terjadi bencana.
“Sisi kemanusiaan, sisi kerelawananan, dan sisi kesukarelawanan harus kita tanamkan pada perawat, karena perawat merupakan garda terdepan dalam penanggulangan bencana. Apalagi jumlah perawat paling banyak di Indonesia,” katanya.
Indonesia sebagai negara yang disebut sebagai supermarket bencana, menurut Fathoni, risiko yang ditimbulkan berbagai bencana tersebut harus bisa dikurangi. Dan perawatlah yang bertugas menangani korban terdampak bencana untuk mencegah kematian dan kecacatan.
“Perawat dalam memberi pertolongan harus memperhatikan aspek etis. Media tidak boleh sembarangan mengambil foto untuk disebarluaskan. Kita maklum karena beberapa media berprinsip bad news is good news. Padahal kita seharusnya tidak menimbulkan hopeless. Kita justru bertugas membangkitkan harapan para korban,” paparnya.
Secara legal, menurut Fathoni, perawat boleh melakukan penanggulangan darurat kepada korban yang membutuhkan. Apabila tidak ada dokter di tempat itu, perawat bisa melakukan tindakan medis yang dalam kondisi normal harus dilakukan dokter. Tapi saat bencana hal itu dilindungi hukum.
“Baik itu UU Kesehatan, UU Keperawatan dan UU Kebencanaan. Kalau di negara lain, Jepang misalnya, jika perawat melihat ada korban tapi tidak menolong, dan kemudian korban semakin parah dan meninggal, maka perawat itu bisa dikenai delik tuntutan hukum. Di Indonesia masih belum seperti itu,” katanya.
Menurut Kaprodi S1 Keperawatan Unusa Siti Nurjanah SKep Ns MKep, tema yang diangkat dalam kuliah pakar merupakan bagian dari upaya mencapai visi Prodi S1 Keperawatan dan Ners, serta visi Unusa pada umumnya.
“Visi Program Studi S1 Keperawatan dan Ners salah satunya adalah ‘unggul’, yaitu menghasilkan lulusan yang mampu bersaing dengan lulusan program studi sejenis, serta memiliki keinginan belajar sepanjang hayat, berfikiri analitis, kritis dan inovatif,” kata Nurjanah.
Sementara itu, Dekan FKK Yanis Kartini, SKM., M.Kep mengatakan, FKK Unusa memiliki unit kegiatan mahasiswa yang disebut Madana atau Mahasiwa Sadar Bencana.
“Khusus S1 Keperawatan, kami ada mata kuliah keperawatan bencana. Mereka dilatih melakukan bagaimana pertolongan dari atas dan bawah, pertolongan di darat dan air. Mereka dilatih oleh ahlinya selama 4 hari,” kata Yanis Kartini.(hap/Humas Unusa)