Surabaya – Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) berharap Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) bisa menjadi benchmark pembelajaran pendidikan berkebutuhan khusus bagi perguruan tinggi. Seiring dengan penerapan program inovasi pendidikan khusus di Program Studi S1 Pendidikan Bahasa Inggris (PBI).
Demikian diungkapkan Yulita Priyoningsih, Kepala Seksi Pendidikan Jarak Jauh Kemenristekdikti dalam monitoring dan evaluasi (monev) eksternal Hibah Inovasi Pembelajaran Pendidikan Khusus 2019. Agenda ini digelar di ruang rektor Unusa, lantai 8 Tower Kampus B, Jumat (15/11).
Yulita mengatakan program tersebut sebagai inovasi pembelajaran di mana konsepnya bisa diterapkan secara berkesinambungan ke depan. Inovasi yang sedang dikembangkan sekarang ini akan sangat berguna dan menjadi sebuah landasan di masa mendatang.
“Jika Unusa bisa mengimplementasikan program ini dengan baik, tidak menutup kemungkinan ke depannya Unusa bisa menjadi salah satu benchmark bagi perguruan tinggi lain, bagaimana melakukan proses pembelajaran bagi mahasiswa berkebutuhan khusus,” kata Yulita.
Saat ini Kemenristekdikti sedang membuat klustering berdasarkan jenis berkebutuhan khusus. Klustering ini sebagai pemetaan agar ke depan bisa membuat rujukan bagi perguruna tinggi lain untuk mendidik mahasiswa berkbutuhan khusus. “Harapannya sesegara mungkin agar bisa dimanfaatkan,” katanya.
Sementara itu Rektor Unusa Prof Dr Ir Achmad Jazidie MEng mengatakan monitoring dilakukan untuk mengukur hasilnya sudah sama atau belum dengan yang diinginkan. Hasil monitoring akan menjadi feedback sebagai perbandingan referensi desain value yang diinginkan.
“Jika tidak sesuai maka akan terjadi gap, dan akan dilakukan gap analisis. Inilah yang disebut evaluasi, karena monitoring dan evaluasi merupakan satu paket. Setelah dievaluasi, adanya gap akan dilihat faktor apa yang menjadi penyebabnya,” kata Jazidie.
Rektor menegaskan dari faktor penyebab tersebut akan ditentukan aksi kontrol (pengendaliannya) seperti apa. Sistem akan melakukan koreksi dalm evaluasi yang dilakukan. Koreksi itulah yang menentukan sistem akan bekerja lagi dan diharapakan sesuai target. Itulah mengapa feedback harus menjadi otomatis
“Ada dua manfaat monev eksternal dilakukan. Bagi kemenristekdikti monev untuk mengukur sejauh mana program berjalan baik apa tidak. Sedangkan bagi Unusa khsusunya PBI mendapatkan masukan dari Kemenristekdikti untuk melengkapi kekurangan,” katanya.
Saat ini Unusa terdapat satu mahasiswa berkebutuhan khusus dengan diagnosa Autism Syndrome (spektrum autis) dan Attention Deficit HyperactivityD Disorder (ADHD) / hiperaktif. Mahasiswa bernama Anharu Minasalim Mushaf sedang menempuh studi prdi S1 PBI.
“Menerima mahasiswa berkebutuhan khusus, menjadi hal baru sekaligus tantangan bagi PBI. Karenanya kami berinisiatif membuat sebuah inovasi pembelajaran pendidikan khusus dan lolos menerima hibah Kemeristekdikti,” kata Tiyas Saputri SS MPd, ketua Prodi S1 PBI yang sekaligus ketua tim.
Sedangkan anggota tim yakni Tatik Muflihah M Pd, Edi Pujo Basuki M Pd, Mujad Didien Afandi SS MPd, Novi Rahmania Aquariza, SPd M Pd, Nailul Authar SS M Pd, Rudi Umar Susanto M Pd. Machmudah MPSi dan Nurul Kamariyah SKep Ns Mkes.
Tiyas menjelaskan dalam proses pembelajaran mahasiswa berkebutuhan khusus ini tetap menggunakan kurikulum dan standar penilaian sama. Meski ada sedikit perbedaan di rps yang bersifat kekhususan bagi mahasiswa autis dan ADHD tersebut.
Contoh, di bagian capaian pembelajaran maupun asesmen. Untuk asesmen, karena mahasiswa berkebutuhan khusus sulit untuk mendeskripsikan pada soal essay, maka ujian tulis yang dilakukan bersama dengan mahasiswa reguler dilakukan kembali secara berulang dengan cara lisan. Pasalnya cara berulang dengan lisan lebih efektif ketimbang hanya sekali ujian tulis. Ujian tulis terkadang poin jawabannya tidak mengena dan jauh dari yang diharapkan.
. “Meskipun hasil tes terkadang tidak sesempurna mahasiswa normal, semua dosen tetap memberi apresiasi pada hasil jawaban atau karya mahasiswa tersebut, asalkan poin jawabannya benar. Biasanya mahasiswa tersebut terkendala untuk menguraikan sesuatu dcngan jelas sehingga jawabannya bersifat pendek,” katanya.
Kampus juga memberikan fasilitas khusus terkait pengaturan lokasi kampus, ketersediaan ruang kelas yang nyaman. pengaturan tenpat duduk, kamar mandi khusus disable. dan diperbolehkannya mahasiswa tersebut untuk didampingi shadow teacher (meski shadowteacher tersebut disediakan oleh orang tuanya sendiri).
“Jika mahasiswa berkebutuhan khusus tersebut mengalami kesulitan khusus terkait aktivitas perkuliahannya maupun interaksi sosialnya dengan teman sekelasnya, maka mahasiswa tersebut akan diberikan konseling dan pengarahan khusus oleh unit khusus. Unit tersebut bernama Unit Layanan Bimbingan Konseling Mahasiswa (ULBKM),” kata Tiyas. (hap/Humas Unusa)