Surabaya – Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak meminta kepada para startup tidak hanya sekadar fokus pada teknologi digital saja. Mereka juga harus memperhatikan core business seperti kualitas produk atau jasa itu sendiri.
“Dengan begitu produk yang dihasilkan para startup akan selalu dapat bertahan lama dan memiliki daya saing,” kata Emil Dardak, sapaan Wagub Jatim, saat membuka Startup Festival 2019 di Grand City Mall Surabaya, Kamis (24/10).
Emil mengibaratkan seperti suara penyanyi yang bagus tapi demam panggung, bila ada usaha yang bagus, berkualitas, serta harganya kompetitif tapi tidak memahami teknologi digital. Dan sebaliknya, bila terlalu fokus pada digital dan tidak memperhatikan kualitas produk, maka bisa diibaratkan seorang penyanyi berani manggung tapi suaranya fals.
“Jadi jangan lupa memikirkan kualitas produk dan core business kita. Kualitas produk dan jasa serta layanan kita itu penting. Kita ingin ekosistem start up besar bukan karena bakar uang, misal cuma punya 10 klien tidak masalah, tapi diseriusi dan terus berbenah apa yang bisa dibenahi,” jelasnya.
Menurutnya, start up adalah suatu inisiatif baru, yang mencerminkan kebaruan, progresif, dan thinking outsite the box.
“Jadi digital adalah keniscayaan tapi tujuan utamanya adalah core bisnisnya. Jadi bisa saja startup digital platformnya memanfaatkan yang lain misal gojek. Jadi bukan berarti startup tidak bisa bersinergi dengan yang sudah ada, misal gojek sendiri juga bisa melahirkan start up,” katanya.
Sementara di sisi lain, mantan Bupati Trenggalek itu menuturkan, bahwa untuk mengembangkan suatu produk UKM dan IKM bisa memanfaatkan jasa tenaga ahli. Misal urusan packaging, marketing, grafik desain, atau pembukuan bisa dikerjakan oleh konsultan yang membidangi tanpa harus merekrut pegawai di bidang tersebut.
Bila mengurusi packaging, sembari mengurusi pemasaran dan kualitas, seringkali jadi tidak fokus. Contohnya sekarang ada platform seperti projects.co.id yang disana menawarkan jasa freelancer baik di bidang desain grafis, marketing atau akuntansi. Ini bisa dimanfaatkan oleh para klien, seperti pelaku IKM dan UKM.
“Dulu orang kalau mau buat usaha perlu buat kantor yang ada bagian marketing. Sekarang mereka tidak perlu mempekerjakan banyak orang. Misal untuk pembukuan saya minta orang atau freelancer untuk mengurusi. Kita bisa memilih pakai jasa konsultan yang paling bagus,” katanya.
Emil mengatakan, trend freelancer saat ini sedang berkembang apalagi saat ini era gig economy. Dimana orang bisa bekerja untuk lebih dari satu klien. Ditambah problem ketenagakerjaan sekarang adalah mencocokkan tenaga kerja dan perusahaan. Maka yang dicari perusahaan sekarang adalah jasa profesional.
“Untuk itu di Millenial Job Center (MJC) kami membantu mencarikan klien pertama bagi para talenta yang telah mendapat bimbingan dari mentor. Selain itu di MJC kami juga mengajarkan soal kemampuan komunikasi dengan klien serta disiplin diri karena seorang freelancer butuh disiplin diri. Seperti jangan mengerjakan pekerjaan mepet deadline karena hasilnya akan tidak bagus,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur OPOP (One Pesantren One Produdt) Mohammad Ghofirin mengungkapkan sebuah brand perlu dimunculkan untuk memperkuat daya saing. Dan, untuk membentuk sebuah brand tidak bisa dengan serta merta namun melalui sebuah proses yang dikerjakan dengan kesungguhan dan kerja keras.
“Sebagai program unggulan Pemprov Jatim, OPOP yang digawangi Pemprov Jatim, Unusa, ITS dan ICSB akan memberi pendampingan kepada para startup, mulai dari hulu hingga hilir agar mereka bisa mendapatkan sebuah merk unggulan produk yag berdaya saing,” kata Ghofirin yang juga Kepala Humas dan Marketing Unusa.
Pendampingan para startup ini akan dilakukan di OPOP Training Center yang berada di kampus Unusa. OPOP Training Center ini sudah diresmikan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa tanggal 22 Agustus 2019. Target OPOP hingga akhir tahun ada 150 merek sebagai produk unggulan OPOP Jatim. (hap/Humas Unusa)