Surabaya – Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) kembali menjadi tempat sosialisasi dan rekruitmen mahasiswa yang akan mendapat beasiswa dari Taipei Medical University (TMU), Taiwan. Tahun ini Unusa ditunjuk bersama Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung.
“Unusa sebagai universitas yang fokus pada kesehatan dan teknologi informasi terus memperluas jaringan internasional. Salah satunya, kerja sama dengan Taipei Medical University, Taiwan,” kata Wakil Rektor 1 Unusa Prof Kacung Marijan membuka kegiatan Indonesia Roadshow Student Recruitment 2020/2021 TMU, di Kafe Fastron, Tower Unusa, Kampus B, Jemursari, Jumat (11/10).
Gelaran sosialisasi TMU untuk merekrut calon mahasiswa dari Indonesia ini sudah keempat kalinya. Dan, Unusa sudah tiga kali ditunjuk menjadi tempat lokasi perekrutan. Tahun ini ada 20 peserta dari berbagai daerah yang mengikuti seleksi beasiswa TMU di Unusa.
“Hampir 75 persen mahasiswa asing yang belajar di TMU dari Indonesia. Mereka sebagian besar melanjutkan pendidikan S2 dan S3. Oleh karenanya TMU aktif melakukan sosialisasi dan perekrutan langsung ke Indonesia,” kata Wiwik Afridah SKM MKes, Global Engagement Nahdlatul Ulama of Surabaya (Genus).
Sementara itu Ns Dyah Ika Krisnawati Skep MS PhD, salah satu mahasiswa Indonesia yang telah menyelesaikan pendidikan S3 di TMU pada Juli 2019 pun berbagi pengalaman. Menurutnya TMU memberi kesempatan seluas-luasnya kepada mahasiswa untuk melakukan penelitian. Maklum fasilitas laboratorium (lab) di TMU sangat luas dan lengkap. Satu jenis lab bisa menempati areal satu lantai gedung.
“Di TMU kita bisa menjadi peneliti yang mandiri. Pasalnya di sana setiap tahapan penelitian dilakukan sendiri. Berbeda dengan di Indonesia yang dilakukan petugas laboratorium,” kata Dyah yang mengambil bidang medical science.
Menurut Dyah dengan melakukan penelitian sendiri, mahasiswa bisa mengetahui dan mengikuti setiap detil proses dan perkembangan hasil penelitian. Mulai dari kultur sel, deteksi protein yang bermacam jenis. Dilanjutkan dengan penyusunan laporan jurnal hingga publikasi.
“Justru saya kesulitan mencari pasien untuk penelitian saya tentang imunopatologi adult onset immunodesi ciency syndrome. Patologi yang saya teliti termasuk baru sehingga pasien masih langka. Namun gejalanya sudah muncul baik di Taipeh, Taiwan dan Indonesia,” kata Dyah.
Ibu tiga anak ini akhirnya merasa lega bisa menyelesaikan Pendidikan S3 yang ditempuh selama 5 tahun. (hap/Humas Unusa)