Surabaya – Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) berhasil naik peringkat ke posisi 146 dari 2.141 perguruan tinggi dibawah Kemenristekdikti pada tahun 2019. Capaian universitas yang baru berumur enam tahun ini naik dari tahun 2018 di peringkat 236 .
“Kita patut bersyukur dengan capaian yang diperoleh Unusa terkait penilaian Kemeristekdikti, tahun ini kita berada di 146. Dibandingi tahun sebelumnya Unusa di posisi 236, ada lompatan 90 poin. Inilah hasil kerja keras kita semua, seluruh sivitas akademika mulai kawan-kawan tenaga kependidikan, mahasiswa, dosen, para pimpinan dan seluruh stakeholder, serta para pengelola yayasan ikut andil dalam pencapaian Unusa ini,” kara Rektor Unusa Prof Dr Ir Achmad Jazidie MEng, Senin (9/9).
Melihat perkembangan yang menggembirakan tersebut, Prof Jazidie optimis target masuk 100 besar perguruan tinggi bisa dicapai akhir tahun depan (2020). Target ini dipercepat dari target sebenarnya masuk 100 besar pada akhir 2021.
“Saya lebih senang mengatakan jika hasil pemeringkatan tersebut bukan tujuan kita, namun konsekuensi kerja keras yang secara mendasar menjadikan institusi ini menjadi lebih baik. Framework kita adalah penjaminan mutu, kerangka besar kerja keras dengan meningkatkan kualitas pendidikan kita di univeristas ini, menjadi lebih baik dari hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan, dan tahun ke tahun. Dan ketika orang menilai dari aspek pemeringkatan, kita meningkat. Itu konsekuensi saja,” paparnya.
Rektor menjelaskan konsep peningkatan mutu pembelajaraan di Unusa dari Tri Dharma Perguruan Tinggi. Semua kegiatan yang harus ada dalam pengelolaan institusi Pendidikan di negeri ini ada dalam setiap aspek yang dikerjakan di Unusa.
“Kita juga terus mempersiapkan instrument-instrumen untuk mengukur sampai seberapa jauh posisi kerangka penjaminan mutu kita. Pengukuran dilakukan dengan memanfaatkan teknologi infomasi dan digitalisasi sehingga lebih efisien, efetif, cepat dan akurat,” kata Prof Jazidie.
Pengukuran instrument dilakukan Satuan Pengawas Mutu Interna (SPMI) Unusa yang memandegani penjaminan mutu ini. Dan, ketika ditemukan gap antara yang diinginkan dengan yang dicapai sekarang, menjadi tugas secara substantif yang harus diperbaiki semua pimpinan dan sivitas akademika.
“Tantangan Unusa yang pertama adalah mengajak semua, menyatukan bahasa, menyatukan komitmen dan tekad. Itu yang pertama harus dibangun. Setelah semuanya satu bahasa dan satu langkah, ini lho yang akan kita tuju. Maka, bersama-sama kita bekerja sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Membangun sebuah kebersamaan keluarga besar Universitas NU Surabaya, merupakan tantangan paling utama, sekaligus berat, dan itu harus dimulai,” katanya.
Dalam mempersiapkan mahasiswanya, Rektor Unusa menegaskan sejak awal tidak berpretensi ketika lulusannya masuk dalam dunia kerja bisa menguasai semua teknis hingga sekecil-kecilnya. Namun lebih mempersiapkan mental mahasiswa agar menjadi lebih adaptif, learning how to learn, sehingga mampu menguasai sepenuhnya apa yang diperlukan dalam menghadapi era Revolusi Industri 4.0. Era teknologi yang menjadi sebuah keniscayaan.
“Bekal dasar yang telah dimiliki setiap mahasiswa Unusa menjadi lulusan dengan pribadi yang adaptif dan prigel. Harapnnya bisa bekerja dimana pun dan kapan pun, menghadapi perkembangan dan perubahan zaman dan teknologi yang begitu cepat,” kata Prof Jaizidie.
Inilah yang menjadi dasar mengapa dirinya lebih senang jika pencapaian peringkat Unusa bukan tujuan namun lebih konsekuensi kerja keras mereka. “Jika itu hanya menjadi tujuan, bisa jadi kita akan terjebak dengan apa yang kita lakukan. Karena akan mendorong untuk melakukan cara apun, hingga peringkat tidak lagi sejati, tidak murni. Namun kita menginginkan peringkat di 100 besar dengan hakekat yang sebenarnya, agar substansi akreditasi unggul benar-benar kita pegang,”pungkasnya. (hap/Humas Unusa)