Surabaya – Program One Pesantren One Product (OPOP) yang dikembangkan Pemprov Jatim berkolaborasi dengan Universitas NU Surabaya (Unusa), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan International Council For Small Business (ICSB), merupakan pemberdayaan ekonomi kerakyatan melalui pesantren. Guna implementasi program tersebut, perlu adanya sinkronisasi di 38 Dinas Koperasi dan Usaha Mikro (UM) Kabupaten/Kota se-Jawa Timur.
“Sinkronisasi ini perlu untuk menyelaraskan program-program OPOP di dinas tingkat kabupaten/kota sebagai pelaksana di daerah,” kata Ketua Bidang Pengabdian Masyarakat Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unusa sekaligus Direktur OPOP Training Center Unusa, Mohammad Ghofirin MPd, Sabtu (7/9)
Program sinkronsasi telah dilaksanakan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Timur selama dua hari (3-4 Sepember ) di Malang. Kegiatan yang dihadiri 38 Dinas Koperasi dan UM Kabupaten/Kota seluruh Jatim ini, sebagai tindak lanjut peresmian OPOP Jatim di Grand City Surabaya, pada tanggal 7 Agustus 2019 dan peresmian OPOP Training Center di Unusa, pada 22 Agustus 2019. Keduanya diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Ghofirin menerangkan OPOP merupakan bagian dari program Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim yang tertuang dalam Nawa Bhakti Satya pilar ke-7, yakni Jatim Berdaya. OPOP adalah suatu program peningkatan kesejahteraan berbasis ponpes melalui pemberdayaan santri, pesantren, serta alumni pesantren dan masyarakat.
“Sinkronsasi ini menjadi penting agar program yang telah disusun di tingat provinsi yakni Dinas Koperasi dan UMKM bersama Unusa bisa sampai ke tingkat kabupaten/kota sehingga terjadi keselarasan pusat dengan daerah. Dan, Diharapkan bisa menjadi program semua kepala daerah kabupaten/kota di Jatim,” kata Ghofirin yang diundang tampil sebagai pembicara Sinkronisasi Program OPOP Dinas Koperasi dan UM Kabupaten/Kota se-Jawa Timur di Malang.
Konsep OPOP ada 3 pilar yakni Santripreneur (santri), Pesantrenpreneur (koperasi pondok pesantren) dan sosiopreneur (alumni pesantren dan masyarakat). Ketiganya mengusung sebuah Gerakan yang komprehensif dan sinergi untuk menghasilkan produk unggulan pesantren. “Pada pilar kedua inilah pentingnya peran dinas koperasi di daerah agar bisa bersinergi dengan pesantren di daerah setempat,” katanya.
Kegiatan sinkronisasi ini disambut positif semua pejabat dinas di kapubaten/kota. “Potensi ekonomi di pesantren cukup besar. Namun, kondisi koperasi pondok pesantren sekarang ini masih banyak yang pasif. Oleh karena itu perlu ada program untuk mengaktifkan kembali,” kata Didik, perwakilan Dinkop Blitar.
Hal yang sama juga diungkapkan Samiran, perwakilan Dinkop Trenggalek. Ia mengatakan potensi pesantren masih terkendala keterbatasan permodalan dan peralatan produksi. Program OPOP diharapkan menjadi pendekatan yang efektif sekaligus menjadi solusi yang efisien dalam mendorong kembali potensi pesantren.
Sementara itu Kepala Dinas Koperasi Kabupaten Jember, Dedi mengatakan perlu kesepahaman implementasi OPOP antara pemerintah daerah mulai gubernur, dan bupati dengan para pengasuh ponpes (kyai). “OPOP ini merupakan program yang baru, program yang berbeda dengan program sebelumnya yang diterapkan di pesantren. Untuk itu diperlukan persamaan persepsi agar nanti ada kesamaan visi dan misi dalam pelaksanaannya,” kata Dedi. (hap/Humas Unusa)