Surabaya – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meresmikan One Pesantren One Product (OPOP) Training Center di Universitas NU Surabaya (Unusa), Kamis (22/8/2019).
OPOP Training Center ini menjadi tempat research and development (RnD) produk unggulan pondok pesantren Jawa Timur untuk bisa dikembangkan kualitasnya. Sekaligus dibangun jejaring pemasarannya agar bisa masuk ke skala pasar yang lebih luas.
Kini, sebanyak 30 pesantren dengan banyak jenis embrio produk siap diberi pendampingan untuk menjadi pilot project pelaksanaan program OPOP yang digagas oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Dalam peresmian OPOP Training Center yang dihadiri pula oleh Ketua Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya (Yarsis) Prof Mohammad Nuh DEA, Rektor Unusa Prof Dr Ir Achmad Jazidie MEng, Chairman International Council for Small Business Indonesia Hermawan Kartajaya, President ICSB and COD of Chrome Cairo Ahmed Osman, dan juga mantan Presiden ICSB Global Prof Ki Chan Kim.
Khofifah mengatakan bahwa mewujudkan pemberdayaan ekonomi berbasis pesantren merupakan gagasan K.H. Hasyim Asy’ary dan K.H. Wahab Hasbullah sejak sebelum NU berdiri. Bahkan nama Nahdlotut Tujjar (kebangkitan pedagang) lebih dulu dikenalkan sebelum Nahdlatul Ulama.
“Pemberdayaan ekonomi berbasis pesantren merupakan gagasan para pendiri NU sejak lama. Setelah diskusi dengan tim akhirnya dikemas dalam terminologi yang lebih populis yaitu OPOP ( One Pesantren One Product). Saat saya ketemu dengan Pak Hermawan Kartajaya puasa lalu saya diskusi dengan beliau terkait ini. Saya kaget ternyata awal Agustus lalu sudah jadi ekosistemnya, contoh produknya, tempatnya, bahkan bukunya. Ini tidak tidak dalam mimpi, kita boleh bermimpi, tapi hari ini insya Allah mimpi ini bisa menjadi kenyataan,” kata Khofifah.
Lebih lanjut dikatakan Khofifah ada tiga pilar OPOP. Yakni yang pertama menyasar santripreneur untuk menciptakan wirausaha baru dikalangan siswa Aliyah, SMA, SMK, mahasiswa dan santri lainnya yang ada di lingkungan pesantren. Kedua adalah pesantrenpreneur yang merupakan peningkatan kualitas dan pemasaran produk melalui penguatan koperasi pesantren.
Dan ketiga adalah sociopreneur yang tak lain upaya menumbuhkan wirausaha baru dari kalangan alumni pesantren yang melibatkan masyarakat sekitar pesantren.
“Saya melihat potensi pesantren luar biasa. Ada 6 ribu lebih pesantren di Jatim. Sidogiri bahkan sudah menunjukkannya dengan membangun jejaring lewat retail dan perbankan syariahnya. Di pesantren lain sebenarnya sudah mempunyai produk, bahkan animasi, film dan digital IT lainnya. Khusus komoditas pertanian dan handicraft mereka butuh pendampingan bagaimana quality control yang baik, quantity yang mencukupi dan continuity yang bisa terjaga sehingga ketika ada permintaan dalam jumlah besar mereka siap,” kata Khofifah.
Bahkan mantan Menteri Sosial ini menyebut bahwa produk antar pesantren yang memiliki kemiripan jika digabungkan akan memiliki jumlah yang besar dan memenuhi pasar, berpotensi masuk ke wilayah market place yang ada. Seperti Bukalapak maupun Alibaba, misalnya. Tentunya jika kualitas dan kuantitas produknya mencukupi.
“Cuma banyak mereka yang tidak mendapatkan pendampingan yang komprehensif. Mulai desain produknya, kualitas produknya, jejaring marketnya. Inilah pentingnya OPOP,” kata Khofifah.
Maka dari itu, untuk mengembangkan produk pesantren ini butuh adanya RnD. Sebab hari ini dikatakan Khofifah kita tidak bisa berbicara daya saing tanpa adanya RnD. Padahal RnD tentunya membutuhkan biaya yang mahal.
“Tapi kalau bersambung dengan Perguruan Tinggi yang memang punya lembaga riset dan pengembangan, maka OPOP Training Center memang harus di perguruan tinggi. Kalau di perguruan tinggi maka kita bisa memberikan pelatihan, pendampingan sampai membangunkan jejaring agar bisa dipasarkan ke skala yang lebih luas. Oleh karena itu saya menyampaikan terimakasih kepada UNUSA yang dengan cepat merespon OPOP melalui pelembagaan Training Center,” katanya.
Sementara itu Profesor M Nuh yang merupakan koordinator untuk OPOP Training Center ini mengatakan kini sudah ditunjuk 30 pesantren dari seluruh wilayah Jawa Timur untuk didampingi di OPOP Training Center.
Mereka adalah pesantren yang para santrinya sudah memiliki embrio produk. Mulai produk bidang fashion, makanan, bahan olahan, dan juga misalnya yang software dan juga start up.
“Kita akan petakan berdasarkan produknya. Mereka akan dikelompokkan berdasarkan kecocokannya dan diberi pelatihan dan pendampingan. Karena kan teknik pengembangannya nggak bisa dipukul rata,” ucap M Nuh yang juga mantan Menteri Pendidikan ini.
Lebih lanjut OPOP Training Center juga sudah menyiapkan captive market yang potensial untuk melemparkan produk produk unggulan output dari OPOP. Mereka tersebar di jaringan market perusahaan ternama di Indonesia.
“Yang dikembangkan di sini nanti bukan hanya produk yang tangible atau tampak wujudnya saja lho.Tapi produk produk yang non tangible juga kita kembangkan. Seperti sotfware dan lain-lain,” ucap M Nuh. (hap/Humas Unusa)