Surabaya – Jubede adalah salah satu jajanan khas dari Sumenep, Madura yang cukup melegenda. Rasanya yang manis, mirip dodol ini membuat Jubede banyak disukai semua kalangan.
Sayangnya, penjualan camilan dengan bentuk imut ini masih terbatas di kawasan Madura saja. Tiga mahasiswa Univesitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) terdorong membantu mengoptimalkan potensi pasar Jubede lebih luas.
Upaya mereka ini dilakukan melalui program kreativitas mahasiswa (PKM) bidang kewirausahaan dengan judul ‘Peluang usaha Jubede sebagai makanan unik Madura’. hasilnya PKM merea berhasil lolos meraih dana hibah Kemenristekdikti. Mereka adalah Margareta Amelia Iko Ardania, Maliano Ahmad Yusuf dan Very Andriyansyah.
“Kalau saya membawa oleh-oleh Jubede, ternyata banyak yang suka. Karenanya kami ingin mengembangkan peluang usaha Jubede, agar masyarakat di luar Madura lebih mudah membelinya. Upaya kami ini sekaligus ingin mengangkat potensi ekonomi daerah Madura melalui makanan khasnya,” papar ketua Tim PKM Margareta.
Margareta yang berasal dari Pamekasan ini mengatakan bahan-bahan untuk membuat Jubede sangat mudah didapat. Yakni tepung tapioka, gula aren atau gula merah, daun pandan, dan air secukupnya.
“Semua bahan baku dicampur dan dimasak sekitar 3-5 jam. Setelah matang dijemur agar kering selama sekitar satu hingga dua hari. Setelah itu dipotong-dipotong seukuran jari. Kemudian diikat dengan daun siwalan atau daun pandan,” katanya.
Untuk memberi pilihan rasa bagi konsumen, mereka membuat dua rasa yakni original (warna coklat) dan rasa pandan (warna hijau pandan). Selain karena banyak yang menyukai rasa pandan, daun pandan ini juga banyak tumbuh di daerah mereka.
Jubede yang sudah dipotong dan diikat kecil-kecil dikemas dalam bentuk keranjang bambu. Harga dibandrol Rp 10.000 per keranjang. “Konsumen bisa membawa oleh-oleh Jubede dalam kemasan keranjang yang unik,” katanya.
Untuk pemasaran produk, mereka menjual secara langsung dan secara online. Hasilnya, pembeli Jubede tak hanya dari Surabaya saja, banyak juga yang berasal dari luar kota. “Hingga sekarang sudah terjual sekitar 150 keranjang,” kata Margareta. (hap/Humas Unusa)