SURABAYA – Daun kemangi ternyata sangat bermanfaat sebagai antibiotik alami untuk menghambat pertumbuhan bakteri pseudomonas aeruginosa, penyebab infeksi saluran pernafasan atas (ISPA). Penelitian tiga mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya ( Unusa) membuktikan bahwa ekstrak 100% daun kemangi sangat efektif menghambat pertumbuhan bakteri tersebut.
Mereka adalah Deny Febriwijaya R, Ilham Putera Alam dan Achmad Hilman Fahmy. Penelitian mereka diajukan dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang penelitian eksak dan lolos memperoleh dana hibah Kemenristekdikti.
“Kemangi sudah begitu familiar di masyarakat. Setiap warung penyetan pasti menghidangkan lalapan daun kemangi. Itulah ide awal mengapa kami memilih daun kemangi sebagai antibiotik alami,” kata Deny Febriwijaya R selaku Ketua Tim PKM.
Menurut Deny, problem umum yang saat ini dihadapi hampir semua rumah sakit adalah sulitnya mengendalikan pertumbuhan tiga bakteri, yakni acinetobacter baumanii, staphylococcus aureus, serta pseudomonas aeruginosa. Sebab ketiganya mulai resisten terhadap hampir semua antibiotik.
“Pasien yang datang ke rumah sakit atau ICU dengan berbagai penyakit, justru berpeluang menderita penyakit baru atau terkena infeksi nusokomial. Contohnya menderita ISPA jika terinfeksi bakteri pseudomonas,” katanya.
Deny dan kawan-kawan kemudian membuat penelitian berjudul ‘Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum Sanctum L.)Terhadap Pertumbuhan Bakteri Pseudomonas Secara In Vitro’.
Selain mudah didapat, daun kemangi sebagai tanaman herbal ternyata mengandung zat flavonoid, eugenol dan tannin yang ketiganya bila bersinergi mampu membunuh pseudomonas. Pusat dinding sel di bakteri pseudomonas bakal dirusak sehingga bakteri mati.
“Kami meneliti apakah ekstrak daun kemangi bisa menghambat pertumbuhan pseudomonas, sehingga nantinya daun kemangi bisa menjadi pengganti antibiotik terhadap bakteri yang sudah resisten,” ujarnya.
Penelitian dilakukan dengan mencampur ekstrak daun kemangi dengan air murni atau air fisiologis AF1 sehingga diperoleh konsentrasi 100%, 50% dan 25%. Ketiga tabung yang berisi 1 ml ekstrak daun kemangi dengan konsentrasi berbeda, kemudian masing-masing dimasukkan bakteri pseudomonas 1 ml. Setelah diinkubasi selama 24 jam dan ditanam di cawan petri barulah dilihat pertumbuhan bakterinya.
“Ternyata konsentrasi 100% menunjukkan sama sekali tidak ada pertumbuhan bakteri pseudomonas. Artinya ekstrak daun kemangi mampu menghambat pertumbuhannya,” ujar Deny.
Masih menurut Deny, hasil penelitiannya bersama tim bisa dikembangkan agar aplikatif. Yakni mengonversi berapa banyak ekstrak daun kemangi yang dibutuhkan tubuh manusia untuk berbagai usia. (hap/Humas Unusa)