Surabaya – Menyelam pada kedalaman tertentu tanpa melakukan pemanasan, berisiko memunculkan penyakit barotrauma telinga. Selain berdenging, telinga berpotensi mengeluarkan darah.
Sayangnya, para nelayan yang pekerjaannya menyelam mencari kerang di dasar laut, terbiasa dengan kondisi tidak sehat menyelam tanpa pemanasan. Keterbatasan dana juga menjadi alasan untuk enggan memeriksakan kesehatan tubuh jika mengalami gejala barotrauma.
“Meski sudah menjadi mata pencaharian turun-temurun, nelayan di Kampung Cumpat, Kelurahan Kedungcowek, Kecamatan Bulak, Surabaya, tak pernah mengetahui bagaimana teknik menyelam yang benar. Mereka langsung terjun ke air dan menyelam tanpa melakukan pemanasan terlebih dulu,” kata Fatma Ryaida Samputri, mahasiswa prodi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM), Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa).
Pemanasan sebelum menyelam, lanjut Fatma, untuk mencegah tidak terjadinya cedera dalam air. Sementara nelayan menyelam tanpa mengetahui di kedalaman berapa, menyebabkan barotrauma atau kerusakan jaringan di telinga akibat perbedaan tekanan dalam tubuh dengan tekanan udara di air. Barotrauma terjadi ketika gendang telinga menjadi tegang dan tertarik akibat perbedaan tekanan di dalam dan luar telinga. Gejalanya, telinga sering berdenging, bahkan bisa mengeluarkan darah.
Guna mencegah barotrauma lebih masif di antara nelayan, Fatma bersama dua temannya, Mellinda Yossy Mashitoh dan Faiza Rosita Salsabila Gunasintawati berikhtiar mengedukasi warga nelayan setempat. Mereka tergabung dalam tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Unusa bidang pengabdian kepada masyarakat. Mengusung tema ‘Kampung nelayan sehat’ (Kala Sehat) sebagai upaya pengendalian risiko kesehatan nelayan tradisional di Kampung Cumpat, mereka lolos memperoleh dana hibah dari Kemenristekdikti.
“Sasaran edukasi kami pada warga nelayan yang berumur 30-40 tahun, karena mereka adalah tulang punggung keluarga. Dan alhamdulillah antusiasme mereka sangat tinggi, karena selama ini belum pernah diberi edukasi kesehatan yang ternyata sangat bermanfaat bagi mereka,” kata Fatma ketua Tim PKM.
Selain teknik pemanasan ringan sebelum menyelam, Fatma dan timnya juga fokus memperhatikan kebiasaan para nelayan yang menyelam tanpa penyaring (filter) udara. Sebab jika dibiarkan terus-menerus akan merusak paru-paru.
“Karena keterbatasan dana, mereka tidak bisa membeli tabung oksigen. Untuk pasokan udara selama menyelam, mereka menggunakan kompresor yang langsung terhubung dengan selang panjang. Namun selang mereka tidak dilengkapi dengan filter udara. Padahal kompresor yang digunakan juga sering digunakan untuk penambal ban dan berbahan bensin. Akibatnya mereka menghirup udara tanpa difilter,” katanya.
Untuk ke depan, Tim PKM Unusa bakal menggandeng instansi kesehatan yakni Puskesmas atau dinkes setempat dalam memberikan edukasi kesehatan. Tujuannya untuk menumbuhkan kesadaran warga nelayan akan pentingnya kesehatan terhadap keberlangsungan sosial ekonomi mereka.
Tim PKM Unusa juga menyusun sebuah buku pedoman penjelasan tata-cara menyelam yang baik. “Buku praktis tersebut kami susun sesederhana mungkin agar mudah dipahami dan dipelajari warga nelayan setiap saat,” pungkas Fatma. (hap/Humas Unusa)