Surabaya – Setiap orang mengenal air susu ibu (ASI) sebagai makanan eksklusif bayi. Namun, faktanya tidak semua ibu mengetahui bagaimana cara menyusui dengan benar dan sehat. Ironisnya, kondisi tersebut juga masih banyak terjadi di kawasan kota besar seperti Surabaya.
Berniat membantu para ibu tersebut, sepuluh mahasiswa prodi D3 Kebidanan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) melakukan Pembinaan Kampung ASI di Kelurahan Wonokromo, Kecamatan Wonokromo, Surabaya. Mereka adalah Diana Lindah Safitri, Ryska Setiari Putri, Cindy Ferawati Niko, Hanna Uswatus Hasanah, Sinta Adik Ayu Mufida, Seif Firinda, Anisa Fitriya, Ratima, Anita, dan Elizza Amelia.
Program Pembinaan Kampung ASI ini telah lolos seleksi program hibah bina desa (PHBD) 2019 yang diselenggarakan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Kemenristekdikti).
“Saat kami melakukan survei, ternyata kasus pemberian ASI eksklusif masih rendah. Masih banyak bayi di Kelurahan Wonokromo, Surabaya tidak mendapatkan ASI,” kata ketua tim PHBD Diana Lindah Safitri.
Uniknya, lanjut Diana di kawasan tersebut sebenarnya sudah terbentuk Kampung ASI, tepatnya di wilayah RW 2 Kelurahan Wonokromo. Hanya saja program tersebut belum berjalan secara optimal.
Dari hasil survei yang dilakukan akhirnya diketahui para kader Kampung ASI setempat masih bingung bagaimana mengimplementasikan program pembinaan kepada warga sasaran, yakni ibu menyusui maupun ibu hamil.
Dibantu dua dosen pendamping yakni dosen prodi D3 Kebidanan FKK Unusa, Uke Maharani Dewi SST MKes dan dosen pembina Hima D3 Kebidanan FKK Unusa, Esty Puji Rahayu SST, MKes, tim mahasiswa melakukan pendekatan kepada kader dan pendamping untuk menerapkan program kerja lapangan tersebut.
“Dua hal pokok dalam program pembinaan kampung ASI ini, yang pertama implementasi program Indonesia sehat melalui pembinaan kader dan pendampingan pemberian ASI. Yang kedua membangun rumah ASI di tiap RW dalam bentuk Upaya Kesehatan Berbasis Mandiri (UKBM),” papar Uke.
Dalam pembinaan pemberian ASI banyak hal yang ternyata belum diketahui para ibu, tentang bagaimana agar ASI bisa keluar; cara tepat menenangkan bayi menangis ; serta bagaimana menyimpan ASI sementara ibu bekerja.
Uke mencontohkan banyak ibu yang beranggapan bayi menangis karena lapar. Untuk menghentikan tangis bayi biasanya mereka memberi makanan tambahan selain ASI. Padahal dalam 6 bulan pertama, bayi cukup dengan asupan ASI saja.
“Mengapa banyak yang tidak mengetahui cara pemberian ASI, karena banyak warga yang enggan pergi ke Puskesmas. Anggapan mereka selama ini Puskesmas adalah tempat orang berobat. Pandangan inilah yang kami ubah. Selain itu kami juga memberi solusi, jika konsultasi tentang ASI tak selalu harus ke Puskesmas namun bisa kepada para kader kesehatan, yang akan kami bina terlebih dulu,” kata Uke.
Kader kesehatan tersebut lanjut Uke bisa ibu-ibu penggerak PKK atau para kader yang aktif dalam pendampingan warga. “Jadi pendampingan diberikan mulai ibu hamil hingga selesai menyusui,” imbuhnya.
Hal lain yang menjadi sorotan adalah keengganan pemberian ASI karena ibu bekerja. Selain keterbatasan waktu, si ibu juga terbatas dana untuk membeli botol ASI dan alat pendingin (freezer) ASI.
Oleh karenanya tim PHBD Unusa mengajak si ibu untuk menyisihkan dana BPJS yang dialihkan untuk pembelian kelengkapan menyusui seperti botol dan tas ASI. Begitu pula dengan pembelian freezer , bisa dari pejualan barang bekas. Tempat penyimpanan ASI juga bisa disewakan, dan uang hasil sewa untuk operasional, seperti listrik dan perawatan alat.
“Di sinila kami mengajarkan bagaimana mereka bisa mandiri, dengan mendirikan UKBM. Para ibu bisa konsultasi kesehatan kepada para kader. Dan, sebaliknya para kader bisa mendampingi para ibu agar kesiapan hamil hingga menyusui. Dengan begitu para ibu secara psikis tidak stres dan ASI yang diberikan bayi pun bisa berkualitas dan sehat,” pungkasnya. (hap/Humas Unusa).