SURABAYA – Reza Oktaviana dan Anggraini Galih Rakasiwi, dua mahasiswi program studi (Prodi) S1 Gizi Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) belum pernah hamil apalagi menyusui. Namun keduanya ternyata begitu piawai mengedukasi para ibu hamil yang mengikuti pelatihan metode edukasi gizi emotion-demonstrations atau emo-demo.
Para ibu hamil, ibu menyusui, atau pengasuh bayi tampak bergembira mengikuti berbagai gerakan yang diperagakan mereka. Mereka juga begitu serius memperhatikan pemaparan keduanya yang menggunakan bahasa paling mudah diterima.
Maklum saja, Reza dan Galih merupakan Master of Trainer (MOT) metode emo-demo. Keduanya memberi pelatihan emo-demo modul pertama tentang pemberian ASI eksklusif bagi bayi dan ibu hamil.
Metode emo-demo sendiri merupakan edukasi gizi secara interaktif yang digalakkan lembaga nirlaba Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) asal Jenewa Swiss, bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Melalui permainan edukatif, metode emo-demo ternyata lebih mudah diingat para ibu. Pembelajaran learning by doing justru mampu menyentuh emosi dan psikologi mereka.
Sebelum menjadi MOT metode emo-demo, Reza dan Galih terpilih mewakili Prodi S1 Gizi Unusa. Maklum, keduanya memiliki nilai bagus untuk mata kuliah emo-demo di semester IV. Mereka pun mengikuti pelatihan selama tiga hari.
“Ternyata ada babak penyisihan dari seluruh perwakilan. Alhamdulillah kami berdua lolos. Dan bahkan pada Februari lalu kami sudah menjadi MOT,” kata Reza.
Sebagai MOT, mereka berdua harus mengajari Trainer of Trainer seperti ketua paguyuban bidan, kader kesehatan, ahli gizi, atau mereka yang akan terjun mengedukasi masyarakat.
Reza maupun Galih mengaku senang menjadi MOT. Mereka diajari bagaimana berkomunikasi dengan baik, atau bagaimana meningkatkan kepercayaan diri menghadapi ibu-ibu. Maklum, para trainer ini pastilah lebih muda dibanding peserta. “Apalagi kami belum pernah hamil,” ujar Galih sembari tertawa.
Bagi keduanya, pelajaran yang paling mengesankan adalah bagaimana cara membangun emosional untuk bisa berbaur dengan ibu-ibu.
“Kita diajarkan bagaimana membangun emosi ibu-ibu agar mereka bisa masuk ke dalam permainan yang akan kita mainkan,” kata Galih.
Mereka diajarkan berbagai tips atau kata-kata yang harus digunakan untuk membangun emosi peserta. “Pokoknya harus pandai berimprovisasi agar materi emo-demo bisa diterima dengan mudah oleh para ibu,” pungkas Reza.(hap/Humas Unusa)