Surabaya – Keluarga besar sivitas akademika Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) mendapat gambaran bagaimana masyarakat muslim di Amerika Serikat (AS) merasakan berkah selama bulan Ramadan. Saat berpuasa, mereka justru diundang oleh warga nonmuslim secara bergilir untuk berbuka bersama.
Toleransi beragama selama Ramadan di Amerika Serikat itu disampaikan Chief Of Political and Economics Section, US Consulate General Surabaya, Andrew Kelly kepada mahasiswa dan jajaran sivitas akademika Unusa, saat menjadi narasumber Kuliah Tamu, di Kafe Fastron, lantai 3, Tower Unusa Kampus B, Jemursari, Surabaya, Selasa (28/5/2019).
“Di Amerika Serikat, masyarakat muslim berbuka puasa bersama-sama dengan warga beragama lain. Mereka yang beragama Kristen, Katolik, atau Yahudi secara bergantian menjadi tuan rumah berbuka puasa bersama warga muslim,” kata Andy, panggilan akrab Andrew Kelly.
Hal yang menarik, mereka berbuka bersama tidak di rumah, melainkan di tempat ibadah seperti gereja atau sinagoge (tempat ibadah Yahudi). Semua yang hadir membawa makanan tradisional masing-masing negara untuk disantap bersama. “Suasananya sangat mirip dengan budaya Ramadan di Indonesia,” katanya.
Sebelumnya, Wakil Rektor 1 Unusa Prof Kacung Marijan MA PhD mengatakan informasi yang disampaikan Andy sangat penting bagi mahasiswa maupun pengajar Unusa yang ingin kuliah di AS.
“Di Amerika ada 4 juta warga muslim atau 1 persen dari total penduduknya. Jadi kita perlu mengetahui apa yang terjadi selama Ramadan, termasuk bagaimana rasanya beribadah puasa selama 15 jam hingga 20 jam,” katanya.
Menurut Prof Kacung, pemerintahan AS memberi banyak kesempatan kepada warga Indonesia untuk belajar di negara Paman Sam. Kesempatan seperti itu tentunya tak boleh disia-siakan oleh jajaran sivitas akademika Unusa yang memiliki target menjadi perguruan tinggi berakreditasi A pada 2022.
“Salah satunya tentu kemampuan berbahasa Inggris para mahasiswa dan sivitas akademik yang tidak boleh belepotan lagi. Untuk mahasiswa baru angkatan 2019, nilai TOEFL minimal 575,” tegas Prof Kacung.
Sementara Drs Ec Ahmad Cholis Hamzah, MSc, Penasehat Kantor Urusan Internasional (KUI) Unusa, mengimbau para mahasiswa agar mengenal budaya sebuah negara seperti AS tidak sekedar melalui produk film Hollywood-nya.
“Coba bayangkan kalau orang AS ingin mengenal budaya Indonesia dengan melihat film Indonesia. Wah bisa ngeri mereka. Lha wong film kita banyak yang bergenre horor,” kata Cholis disambut gelak tawa mahasiswa. Andy yang rupanya memahami ikut tertawa .(hap/Humas Unusa)