Pasien DM di poli penyakit dalam RSI Surabaya Ahmad Yani selalu bertambah setiap harinya. Selain pasien lama yang selalu rutin kontrol, pasien baru selalu bermunculan. Keluhannya adalah di bagian kaki terutama nyeri, kesemutan dan luka.
Bahkan banyak pasien DM itu tidak mau lagi melakukan aktivitas tanpa menggunakan alas kaki. Bahkan ada pula yang malas untuk menggerakkan kakinya dengan alasan takut terluka. Karena jika sudah ada luka, maka akan sulit disembuhkan. Bahkan terkadang ada yang sampai diamputasi.
Bermula dari hal itulah, dua dosen S2 Keperawatan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Ima Nadatien dan Nur Ainiyah mencoba untuk mengedukasi para pasien DM di poli penyakit dalam RSI Surabaya Ahmad Yani.
Edukasi itu adalah untuk memberikan pengetahuan kepada para pasien agar tidak mengalami gangguan pada kaki atau bahkan tidak lagi mengalami luka dan bisa terus beraktivitas.
“Kasihan kalau tidak diberi pengetahuan. Ya setidaknya agar bisa bisa melakukan pencegahan supaya tidak terjadi komplikasi. Karena bagi penderita DM, karena insulin sudah rusak, jadi hanya bergantung pada obat. Nah, supaya tidak ada keluhan lain harus dilakukan pencegahan-pencegahan,” jelas Ima.
Karena itu, Ima dan Nur Ainiyah dibantu mahasiswa S2 Keperawatan mencoba memberikan sebuah solusi. Mereka memberikan terapi menggerakkan kaki yang diberinama spa kaki.
Spa kaki ini bukan seperti spa-spa lain yang harus dikerjakan di tempat khusus. Tapi bisa dilakukan di banyak tempat karena tidak membutuhkan ruang yang besar serta alat-alat yang juga besar. Juga tidak membutuhkan biaya mahal.
Alat yang dibutuhkan hanya kursi untuk duduk dan kertas koran bekas atau kertas lain yang tidak terpakai.
“Untuk terapinya, pasien cukup duduk di kursi, kemudian kakinya meremas-remas koran itu hingga membentuk bulatan-bulatan kecil sebanyak-banyaknya. Itu dilakukan terus menerus agar kaki menjadi lemas dan tidak kaku,” tutur Ima.
Cara ini berguna untuk melatih kekuatan otot-otot kaki, mengurangi rasa kesemutan, mengurangi kaki terasa tebal, tidak kaku dan juga memperlancar peredaran darah di kaki.
“Kita lakukan edukasi ini pada Agustus lalu. Dan respon pasien sangat bagus,” tukasnya.
Setelah melakukan edukasi, Ima dan Nur Ainiyah melakukan pemantauan kembali dua minggu setelahnya.
“Setelah dua minggu kemudian, Alhamdulillah para pasien mengaku lebih enteng. Tidak lagi mengalami kesemutan, kaki tidak kaku dan lebih mudah bergerak,” tukas Ima.
Dari sana, Ima menyarankan agar pasien melakukan spa kaki itu berulang kali rumah, sambil menonton televisi, saat makan atau saat melakukan aktivitas lainnya. (end)