Surabaya – Kecanggihan teknologi dalam genggaman bisa berdampak baik dan buruk. Berdampak buruk terutama bagi profesi-profesi tertentu yang tidak bisa sembarangan menggunakan teknologi itu untuk hal-hal yang berkaitan dengan profesinya. Salah satu profesi itu adalah perawat dan bidan. Bidan dan perawat tida k bi sa menggunakan kecanggihan teknologi terutama telepon pintar secara sembarangan. Apalagi dengan seenaknya mengunggah foto pasien-pasien yang dalam penanganannya di rumah sakit. “Jangan sekali-sekali mengupload foto pasien ke IG (Instagram), FB (Facebook) apalagi youtube. Karena hal itu bisa menjadi sebuah bukti untuk menyeret perawat atau bidan ke masalah hukum. Apalagi mengupload pasien di rumah sakit jiwa,” tukas mantan Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Timur, Dr. Ah Yusuf S.Kp. M.Kep saat menjadi dosen tamu dalam Kuliah Pakar Menciptakan Generasi Z menjadi Perawat dan Bidan Rahmatan lil alamii yang ALIM di Unusa Kampus A, Rabu (28/2).
Dikatakan Yusuf, tantangan profesi perawat dan bidan saat ini memang sangat berat dibandingkan zaman dahulu yang masih belum tersentuh teknologi. Apalagi saat ini, masyarakat dan pasien sudah mulai kritis dalam menyikapi satu hal. “Kasus perawat di sebuah rumah sakit yang dituduh melakukan asusila terhadap pasiennya itu harus menjadi sebuah pelajaran. Karena, bahasa orang awam bisa diartikan lain dalam bahasa hukum. Jadi harus hati-hati dalam bertindak, karena walau pun perawat sudah melakukan hal yang benar dan sesuai prosedur, tapi bisa diartikan lain oleh pasien dan keluarganya,” jelas Yusuf.
Diakui Yusuf ada banyak kasus yang menjerat perawat dengan banyak tuduhan. Yusuf juga menceritakan adanya kasus yang dianggap pelecehan oleh seorang perawat laki-laki pada pasien perempuannya. Dijelaskan Yusuf, perawat laki-laki itu membuka praktik keperawatan di rumahnya di Sampang. Sebagai perawat yang masih bujangan, ketekunannya membuahkan hasil. Dia bisa memiliki rumah yang bagus dengan sapi-sapi limosin yang banyak. “Dengan kondisi itu, jelas banyak orang yang iri dengannya karena keberhasilannya,” jelas Yusuf.
Suatu ketika, perawat itu kedatangan seorang teman perempuannya yang juga masih bujangan yang menceritakan keluhannya tentang keputihan yang diidapnya. Dengan berbagai pertanyaan awal, akhirnya perawat itu mencoba memeriksa pasien dengan cara mengetesnya dengan memeriksa kelamin pasien, dengan persetujuan pasien. Tujuannya untuk mengetahui apa yang telah terjadi dengan pasien itu. Setelah beberapa lama, justru keluarga pasien tidak terima akan hal itu dan melaporkannya ke polisi. “Hingga akhirnya terjadi kasus hukum. Keduanya mengeluarkan uang banyak untuk biaya perkara. Seharusnya semua bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan, karena kebanyakan semua itu ditunggangi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” jelasnya.
Dekan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan (FKK) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Yanis Kartini mengatakan, perawat dan bidan adalah profesi yang memang rentan mengalami masalah dalam menjalankan pekerjaannya. “Karena bidan dan perawat itu bersentuhan langsung dengan pasien. Kalau dokter masih bisa tidak ketemu pasien, karena dengan kecanggihan teknologi, dokter bisa memantau kondisi pasien dari layar komputer. Tapi kalau perawat dan bidan tidak bisa. Karenanya perawat dan bidan harus hati-hati dalam menjalankan profesinya,” tutur Yanis.
Karena itulah, FKK Unusa menggelar kuliah pakar ini, agar mahasiswa FKK mengatahui dan memahami bagaimana kelak menjalankan profesinya sesuai dengan kode etik perawat dan bidan. “Sehingga tidak terjadi masalah-masalah hukum,” tandasnya. (Humas Unusa)