Surabaya – Keterbatasan lapangan kerja di Indonesia mendorong banyaknya WNI yang mencari peluang ke luar negeri. Namun selama ini Indonesia hanya bisa mengekspor pembantu rumah tangga bulan tenaga ahli berpendidikan.
Padahal peluang ini sagat terbuka lebar. Salah satunya dialami Syahrul Syafitri, lulusan D3 Kebidanan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa).
Syahrul Safitri atau Syasya patut berbangga. Karena dia dan dua temannya Gianita Putri anggraini Edrianidyah Ayu Putri lolos untuk bekerja sebagai bidan di Dar Al Shifa International Hospital di Kuwait.
Dan bangganya lagi, Syasya menjadi peserta terbaik untuk program up-grading yang digagas Pemerintahan Jokowi dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
“Yang ikut banyak sekali sekitar 500 an yang ikut tes bareng saya di wilayah Kediri. Peserta dari banyak disiplin ilmu tidak hanya bidan,” ujar Syasya yang ditemui saat menyambangi kampusnya di Unusa Kampus A Jalan Smea sebelum bertolak ke Kuwait pertengaham bulan ini.
Syasya yang sekarang dalam masa karantina di Jakarta sebelum berangkat tugas selama tiga tahun ke depan ini mengaku siap lahir batin untuk bekerja di negeri Timur Tengah itu.
Keinginannya sudah bulat apalagi dia sadar untuk bisa dikirim ke sana harus melalui seleksi yang sangat ketat.
“Tidak semua bisa berangkat. Saya harus berbangga karena saya terpilih untuk bisa bekerja di sana. Ini kesempatan emas, apalagi masih muda seperti saya,” ujar gadis kelahiran Surabaya, 28 Februari 1996 ini.
Keinginan Syasya untuk bekerja di luar negeri dimulai saat dia hendak lulus kuliah. Banyak informasi yang masuk kepadanya tentang peluang kerja di luar negeri terutama tenaga kesehatan bidan dan perawat.
Apalagi Unusa juga seringkali mendatangkan orang-orang dari BNP2TKI untuk memberikan informasi yang valid tentang peluang-peluang itu.
Akhirnya ketika lulus, Syasya yang sempat bekerja di sebuah klinik bidan swasta ini, mencari informasi lagi secara lebih lengkap.
Setelah mendapatkan informasi, Syasya pun mulai mendaftar bersama dua temannya itu. Pendaftaran secara online dilakukan. Sampai akhir dia dinyatakan bisa ikut pelatihan di Kediri untuk bisa mengikuti seleksi berikutnya.
“Pelatihan dan seleksinya itu di Surabaya, Kediri dan Madiun mulai 2 November sampai 7 Desember 2017. Saya pilih yang Kediri,” ujarnya.
Di Kediri ada banyak kelas untuk pelatihan ini. Begitu juga di Madiun dan Surabaya. Total seluruhnya 500 an peserta. Kalau se-Indonesia ada 3 ribuan peserta.
Pelatihan yang diberikan mulai kemampuan Bahasa Inggris dan kemampuan keahlian bidan yang dimiliki. Panitia seleksi melihat dan mengamati setiap hari perkembangan peserta.
Bagi yang sudah dianggap mumpuni akan ditarik untuk mengikuti tes wawancara dan praktik. Kalau belum, maka peserta akan tetap mengikuti pelatihan.
“Kebetulan saya di hari ke-15 pelatihan bisa ikut wawancara. Wawancaranya via online dengan pihak rumah sakit yang akan dituju. Kalau saat wawancara kita salah sedikit bicara yang tidak sesuai dengan yang kita lakukan maka langsung di-cut. Seleksi sangat ketat,” tandasnya.
Syasya mengakui kemampuan Bahasa Inggris memang mutlak dibutuhkan. Karena saat tes wawancara semua dilakukan dalam Bahasa Inggris.
Beruntung saat kuliah di Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Unusa, Syasya sudah dibekali bahasa asing itu. Bahkan Syasya pernah menjadi wakil Unusa pertama kali dalam lomba debat Bahasa Inggris.
Syasya bersyukur semua bisa dijalani. Apalagi keluarganya mendukung langkahnya untuk bisa berkarir di luar negeri.
Selain itu, yang membuat hatinya mantap melangkah jauh dari rumah adalah karena pengiriman ini dilakukan secara resmi. Bahkan, suat izin orang tua pun harus dilampirkan keterangan dari RT, RW hingga kecamatan.
Tidak hanya itu, surat keterangan berkelakukan baik tidak cukup dari Polsek setempat tapi sampai ke tingkat Polda.
“Makanya itu yang membuat saya yakin. Bahkan kalau ada apa-apa dengan saya nantinya, keluarga bisa mengecek keberadaan saya secara online dengan mengetik nomor passport saya akan terlacak keberadaan saya. Semoga saya betah tiga tahun di negeri orang,” harap anak ketiga dari empat bersaudara pasangan (alm) Imam Supii dan Khusnul Khotimah ini.
Di Kuwait selain mendapatkan fasilitas tempat tinggal dan kendaraan, Syasya juga akan mendapatkan gaji bersih sekitar Rp 30 juta per bulan. (Humas Unusa)