Surabaya: Rumah Sakit Islam (RSI) Surabaya Jl. A. Yani mengadakan Pelatihan Clinical Instruktur (CI) atau Clinical Educator (CE). Kegiatan ini diikuti 37 peserta. Mereka berasal dari Perawat, Bidan RSI , dan Dosen Fakultas Keperawatan dan Kebidanan (FKK) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa). Selama tiga hari para peserta dididik untuk menjadi seorang instruktur klinik dan edukator klinik bersertifikat.
Seluruh Direksi RS Islam Surabaya menyimak materi yang disampaikan oleh Prof. Dr. Nursalam, M.Hons., yang merupakan Ketua DPW PPNI (Dewan Pengurus Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia) Provinsi Jatim. Selain Nursalam, beberapa hadir Yanis Kartini, SKM, M.Kep., Puji Astuti, S.Kep.Ns, M.Kep., Sp. Kep. M.B., Khamida, S.Kep.Ns., sebagai pemateri dalam pelatihan itu.
Kehadiran jajaran direksi RSI A. Yani adalah bagian dari bentuk apresiasi atas terselenggaranya kegiatan ini.
Salah satu bagian penting yang harus dimiliki seorang perawat maupun bidan ialah adanya sertifikat Clinical Instruktur (CI) danClinical Educator (CE). CI dan CE merupakan seseorang yang melaksanakan bimbingan pembelajaran klinik untuk memberi pengalaman nyata dan membantu peserta didik agar mampu mencapai kompetensi sesuai yang ditetapkan. CI memiliki beberapa peran penting, antara lain sebagai motivator, fasilitator, role model, advokat, ataupun evaluator.
Dekan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Unusa, Yanis Kartini, SKM, M.Kep menjelaskan, pelatihan Clinical Instruktur (CI) atauClinical Educator (CE) sangat penting, karena sebagai pembimbing klinik bagi mahasiswa, selain memenuhi kualifikasi pendidikan, yang bersangkutan juga harus mempunyai sertifikat CI.
“Sertifikat CI merupakan unsur penunjang dalam akreditasi Rumah Sakit. Harapannya Ilmu dan keterampilan yang telah diajarkan dalam pelatihan dapat dilaksanakan saat bimbingan klinik kepada mahasiswa. Rumah Sakit Islam Surabaya terakreditasi Paripurna, dan dapat menjadi RS Pendidikan yang terakreditasi,” katanya.
Dikatakannya, pelatihan ini bertujuan untuk mempersiapkan dan meningkatkan kemampuan perawat sebagai pembimbing klinik keperawatan maupun kebidanan, terkait dengan kemampuan kognifif, afektif maupun psikomotor.
“Kegiatan ini sebagai bentuk jawaban tentang meningkatnya tantangan dan tuntutan masyarakat akan pelayanan keperawatan. Sebuah Rumah Sakit maupun Institusi Pendidikan Tinggi yang memiliki Program Studi Kesehatan, mengharuskan pendidikan keperawatan melakukan berbagai upaya pembenahan mulai dari kurikulum, sarana prasarana, sumber daya manusia, dan semua aspek yang terlibat dalam pendidikan,” katanya menjelaskan. (Humas Unusa)