SURABAYA: Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 diramalkan masih dalam tekanan. Ini disebabkan kondisi global terhadap risiko kenaikan The Fed Rate, turunnya harga minyak dunia, merosotnya harga komoditas, perlambatan pertumbuhan China serta belum pulihnya kondisi perekonomian di kawasan eropa, akan tetap berlanjut.
Demikian hal yang mengemuka dalam acara seminar Refleksi Akhir Tahun dengan tema “Change Your Mind, Change Your Country” yang digelar Universitas NU Surabaya (Unusa), Selasa (22/12) di Surabaya. Hadir sebagai pembicara Prof Firmanzah, Rektor Universitas Paramadina yang mantan Staf Khusus Bidang Ekonomi semasa pemerintahan Presiden SBY, pengamat ekonomi, Ichsanuddin Noorsy, dan Direktur Utama Asuransi Jiwa Bumi Putra, Ahmad Fauzi Darwis.
Ichsanuddin Noorsy mengatakan, ekonomi Indonesia 2016 masih sangat bergantung dengan kondisi ekonomi internasional. “Maknanya jika ekonomi internasional membaik, maka Indonesia akan ikut terseret membaik pula. Paket-paket kebijakan yang diharapkan dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi, jika tidak dikawal dengan baik tidak akan berdampak apa-apa,” katanya.
Noorsy juga mengingatkan, beberapa kasus yang muncul terahir ini seperti terkait dengan Pelindo II dan saham Freeport Indonesia, akan berpengaruh pada perekonomian Indonesia, karena kasus itu memperlihatkan akan kepastian hukum di negeri ini yang dapat dibeli dengan uang.
Senada dengan Noorsy, Firmanzah, mengatakan, kondisi perekonomian global akan tetap mempengaruhi Indonesia pada tahun 2016, karena itu berbagai ramalan dan proyeksi yang disampaikan pihak asing perlu diwaspadai dan harus disikapi dengan bijak. “Misal terkait dengan ramalan Bloomberg yang menyatakan mata uang Indonesia di tahun 2016 mendatang akan mengalami depresiasi yang paling dalam,” katanya
Memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), Firmanzah optimistis Indonesia bisa bersiang di enam sektor yang segera diberlakukan, yakni sektor konstruksi, akutansi, konsultan, dokter, dokter gigi, dan perawat.
Keyakinan Firmanzah ini didukung dari fakta dalam KTT Asean yang digelar pada tahun 2012 di Phnom Penh, dimana beberapa Negara Asean memandang Indonesia sebagai Negara yang paling diuntungkan terkait dengan pelaksanaan MEA. Karena itulah pada KTT itu sebagian besar Negara Asean meminta untuk menunda pelaksanaan MEA dari awal Januari 2015 menjadi Akhir Desember 2015. “Indonesia itu Negara besar, dengan potensi dan kekayaan yang dimiliki sudah sewajarnyalah jika kita akan dapat bersaing di era MEA,” katanya.
Sementara itu, tekait dengan perekonomian di Jatim, Noorsy memprediksi relatif akan lebih baik, karena Gini Ratio yang dimiliki Jatim. Untuk mempertahankan itu, ia mengusulkan Jatim harus fokus pada bidang usaha kecil dan menengah (UMKM) yang tidak hanya terkait dengan pemberian permodalan, tapi juga memperhatikan pada bidang sumber daya, produksi, dan distribusi.
Sebelumnya, saat memberikan sambutan, Wakil Gubernur Jatim, Saifullah Yusuf mengatakan, tantangan terbesar perekonomian Jatim ke depan adalah pada bagaimana tetap menjaga pertumbuhan di sektor UMKM. Berbagai upaya telah dan akan dilakukan, karena Pemprov Jatim yakin UMKM adalah faktor yang bisa menyelamatkan perekonomian Jatim. (Humas Unusa, 22 Desember 2015)