SURABAYA – Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) kini tidak lagi melakukan penilaian atau menerbitkan surat akreditasi kepada tiap-tiap program studi (prodi) di perguruan tinggi (PT) khususnya di bidang kesehatan. Karena Kementerian Ristek dan Teknologi Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) sudah membentuk sebuah lembaga mandiri yakni Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi Kesehatan (LAM PT Kes).
LAM PT Kes inilah yang nantinya melakukan akreditasi terhadap prodi-prodi ilmu kesehatan baik pendidikan kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, kebidanan, farmasi hingga pendidikan ilmu gizi baik yang ada di perguruan tinggi negeri maupun swasta.
“BAN PT untuk akreditasi lembaganya, sedangkan LAM PT Kes untuk prodinya,” ujar Ketua LAM PT Kes, Prof dr Usman Chatib Warsa Sp.MK PhD saat diundang menjadi pembicara dalam Pengarahan Akreditasi Program Studi Menuju Program Studi Unggul di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Kamis (12/11).
Karena lembaga yang mulai dioperasionalkan pada 1 Maret 2015 lalu itu adalah lembaga mandiri, maka pihak perguruan tinggi yang bergerak dalam bidang kesehatan harus mengeluarkan biaya sendiri untuk melakukan akreditasi. Biaya yang dikatakan Prof Usman yakni untuk akademik, vokasi dan spesialis sebesar Rp 73 juta dan untuk akademik plus profesi Rp 87,5 juta.
Biaya ini memang dirasa sangat mahal bagi perguruan tinggi yang berada di daerah khususnya. Mereka harus berpikir dua kali jika ingin melakukan akreditasi. “Memang untuk sebuah akreditasi yang berkompeten dan berkualitas memang mahal. Karena kami ingin lembaga ini tidak hanya diakui secara nasional namun di dunia internasional. Perguruan tinggi yang memiliki akreditasi dari LAM PT Kes nantinya lulusannya bisa diakui di luar negeri,” jelas Prof Usman.
Namun, Prof Usman tidak menutup mata dengan biaya yang ditetapkan itu. Diakuinya, dari total biaya itu 87 persen untuk biaya proses akreditasi, penyusunan instrumen, rekrutmen, tim penilai dan pelatihan dan IT.
“Memang harus ada bantuan pemerintah. Kalau tanpa bantuan pemerintah ini akan sulit dicapai,” tandasnya.
BAN PT Kes pun mencoba untuk menjembatani dengan pihak pemerintah. Dikatakan Prof Usman, kabarnya pemerintah akan membantu untuk biaya proses akreditasi ini sebesar Rp 30 juta untuk satu prodi. “Ini harus disambut gembira. Setidaknya meringankan beban perguruan tinggi,” tandasnya.
Diakui Prof Usman, saat ini ada 3.400 prodi kesehatan di Indonesia. Setiap tahun, ditargetkan LAM PT Kes bisa melakukan akreditasi sebanyak 600 hingga 700 prodi. Untuk tahun ini LAM PT Kes sendiri menarget bisa melakukan akreditasi terhadap 788 prodi kesehatan. “Yang masuk ke kita sudah 597 prodi, yang sudah keluar sertifikat akreditasnya sebanyak 124 prodi. Karena kita ini baru, maka prodi yang sebelumnya sudah diakreditasi BAN PT bisa dilanjutkan hingga masa berakhir, baru setelah itu reakreditasi ke LAM PT Kes,” tutur Prof Usman.
Prof Usman pun menegaskan, akreditas melalui LAM PT Kes ini akan lebih fokus dan disesuaikan dengan prodi masing-masing. Sebelumnya, akreditasi melalui BAN PT, akreditasi dilakukan sesuai dengan standar yang diberlakukan secara umum untuk semua prodi.
Sementara itu, Rektor Unusa, Prof Dr Ir Achmad Jazidie M.Eng akan terus melakukan re-akreditasi pada semua prodi yang ada di Unusa. Untuk prodi lama yang ada di bawah Fakultas Kesehatan dan Kebidanan, reakreditasi akan segera dilakukan. Jika selama ini memegang akreditasi B, maka target nilai reakreditasi harus A.
Sedangkan untuk prodi baru termasuk pendidikan dokter, Prof Jazidie akan melakukan re-akreditasi secepatnya. “Kita sedang siapkan dokumen. Karena kedokteran ini baru dua tahun berjalan, akreditasi semua prodi baru itu C, namun sebelum dua tahun masa berlaku habis, kita akan re-akreditasi supaya bisa meningkat ke B. Kita target dalam lima tahun semua prodi di Unusa harus A,” tandas Jadizie. (end)