Tidak Ada Cita-Cita Menjadi Dosen

Surabaya – Di balik keceriaan ketika bertemu dengan orang lain, Andreas Putro Ragil Santoso, S.S.T., M.Si merupakan sosok yang tertutup. Terlebih dengan sifat tertutup ini, dirinya sempat tidak menyangka jika bisa berprofesi sebagai seorang dosen di D4 Analis Kesehatan Unusa.

Andreas mengaku, sebagai dosen bukan menjadi cita-citanya. Bahkan saat menjadi mahasiswa, dirinya grogi hingga tremor, saat harus presentasi di depan umum. “Saat itu kepikiran untuk mengajar saja tidak ada, jadi saya sempat ragu untuk mengajar dan berprofesi sebagai dosen,” ungkapnya, Senin (3/5).

Andreas mengaku, yang membuat dirinya berani untuk mengajar karena mendapatkan dukungan dari kedua orang tuanya. “Sosok ibu terutama, yang meyakinkan saya, bahwa saya bisa mengajar, karena kedua orang tua saya merupakan seorang guru,” terangnya.

Dengan dukungan kedua orang tuanya, membuat dirinya memberanikan diri berangkat ke Pulau Dewata Bali untuk mengajar di Stikes Wira Medika Bali. “Saat itu memang ingin ke Bali, dan belum pernah ke sana, jadi saya mencoba berangkat untuk mengajar di Bali,” ungkap

Sejak tahun 2010 hingga 2016, dirinya mengabdi menjadi dosen, pengabdian ini menguatkan dirinya, karena merasa iba dengan mahasiswanya. “Saat saya dulu di semester awal sudah mendapatkan banyak ilmu, namun mahasiswa saya di Bali saat itu minim ilmu tentang ke laboratorium atau analis kesehatan, jadi saya semakin yakin untuk menjadi seorang dosen,” ucap pria berusia 34 tahun.

Enam tahun sudah dia mengajar di Bali, saat ini dia kembali ke Surabaya dan mengajar di Unusa. “Dengan pengalaman ini, saya ingin membagikan ilmu yang saya dapat ke mahasiswa Unusa,” ungkapnya.

Pria kelahiran Mojokerto, 18 Juli 1987 mengaku sebelum menjadi dosen, dirinya sempat bekerja di laboratorium kesehatan. “Setelah lulus kuliah, saya sempat bekerja di laboratorium dan rumah sakit,” ungkap Andreas. (sar humas)