BNP2TKI : Institusi Inkubator Unusa Jadi Rujukan Penyuplai Tenaga Terampil dan Profesional Kesehatan

Surabaya – Saat ini peluang bekerja di luar negeri terbuka lebar karena adanya bonus demografi, di mana usia produktif sudah siap melanjutkan pekerja yang sudah berusia lanjut. Terutama kebutuhan tenaga profesional kesehatan untuk mengisi peluang kerja di LN.

Demikian diungkapkan Sri Andayani SP MM, Direktur Pemetaan dan Harmonisasi Kualitas Tenaga Kerja Luar Negeri Sektor II (Kesehatan dan Hospitality) Kedeputian Kerja Luar Negeri dan Promosi BNP2TKI dalam  Seminar  Peluang Karier Jabatan Formal Perawat di Luar Negeri di Auditorium Tower Unusa, lantai 9 Kampus B, Rabu (20/11).

“Oleh karenanya kami sangat mengapresi langkah Unusa ini dalam menyiapkan lembaga yang bisa melakukan upgrading skill. LPKS Unusa bisa menjadi salah satu pilot project. Keberadaan institusi inkubator Unusa juga bisa menjadi role model bagi lembaga lain dalam menyiapkan suplai tenaga formal profesional kesehatan yang ingin bekerja ke LN,” kata Andayani.

Masih kata Andayani, kerja sama dengan Unusa ini sejalan dengan program BNP2TKI. Ke depan, BNP2TKI harus meningkatkan penempatan untuk tenaga terampil dan profesional, termasuk di dalamnya untuk tenaga kesehatan. “Kebijakan pemerintah adalah untuk mengisi program tenaga terampil kesehatana di LN,” katanya.

Sekarang ini sedang digagas program tenaga kerja dengan skema Government to government (G2G) ke Jerman, Arab Saudi, Abudhabi, dan Kuwait. Sedangkan ke Abudhabi mekanisme  G2P (privatte) untuk tenaga operasional ambulance atau tenaga emergency (UGD).

Dari data yang ada kebutuhan tengaa kesehatan di Timur tengah  mencapai 1.000 perawat. Abudhabi membutuhkan 50-60  tenaga emergency tiap empat bulan. Kebutuhan Jepang untuk careworker skema SSW (mandiri yang difasilitasi Pemerintah) mencapai 60 ribu dalam lima tahun ini. Jerman membutuhkan 100-200 tenaga perawat yang akan dibuka kesempatannya pertangahan tahun 2020.

“Fasilitas yang diberikan dalam mekanisme G2G dan G2P semua ditanggung oleh negara penempatan. Biaya yang dikeluarkan hanya yang melekat diri PMI (pekerja migran Indonesia) saja, misalnya mengurus paspor, asuransi ,” katanya.

Andayani menyebut, salah satu contoh tenaga yang akan ditempatkan di Jepang mendapatkan ganti biaya kesehatan. Bahkan biaya kursus bahasa akan ditanggung dengan pemberian uang saku tiap hari. Sedangkan Jerman dan Belanda memberikan uang saku tiap hari. (hap/Humas Unusa)