Kesan Mahasiswa Filiphina Yang Studi di Unusa

Surabaya – Universitas NU Surabaya (UNUSA) ternyata juga dikenal di manca negara. Buktinya ada 11 mahasiswa asing yang kuliah di UNUSA.

Jazzem Binawe Abdul, salah satu mahasiswa S1 Keperawatan UNUSA asal Philipina memilih kuliah UNUSA sangat senang. Di samping suasananya nyaman, orang-orangnya pun sangat ramah. “Saya bersyukur kuliah di UNUSA, suasananya nyaman. Tidak seperti di Jakarta. Kalau di Jakarta itu seperti di Manila, ramai dan padat penduduk,” katanya.

Jazzem, mahasiswa semester enam ini mengaku awal mula berada di Surabaya sangat terkejut dengan makanan. “Di Surabaya ini makanannya terkenal pedas-pedas. Berbeda dengan di Philipine, orang-orang di sana suka asin. Kebalikan dengan di Indonesia,” katanya.

Karena itu, ia dan tiga saudaranya yang sama-sama kuliah di UNUSA pertama kali dilakukan adalah beradaptas dengan makanan. Baginya, di Indonesia khususnya di Surabaya dengan di lingkungan rumahnya tidak jauh berbeda. Hanya saja di sini orangnya sopan-sopan.

“Di lingkungan rumah kami di Philipina itu juga ada orang melayu. Bahasanya pun bahasa melayu persis kaya bahasa Indonesia. Dan di sana juga banyak orang-orang Indonesia yang kuliah di sana bahkan hidup di sana dan menikah dengan orang Philipina,” katanya.

Jazzem merupakan salah satu mahasiswa Philipina yang mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Indonesia. Kehadiran di UNUSA untuk menimba ilmu Keperawatan ini tidak sendirian. Pemuda yang sejak kecil mengaku ingin menjadi polisi ini ditemani satu adik kandung dan 1 sepupu.

Adik kandungnya bernama Shujeva Binawe Abdul juga semester enam di S1 Keperawatan UNUSA. Sementara sepupunya bernama Joniesa juga sama di S1 Keperawatan.

Untuk kuliah di Indonesia ini Jazzem harus menunggu selama 3 tahun. Pertama kali mengajukan beasiswa tahun 2012 lalu. Namun belum beruntung. Kemudian di tahun selanjutnya juga bernasib sama. Namun setelah ia belajar mengaji (belajar agama Islam) di Kedutaan RI di Philipina, ditahun 2014 nasibnya beruntung. 

Tahun 2014, Jazzem yang juga seorang atlit Ju Jit su ini ternyata bernasib baik diterima beasiswa kuliah di Indonesia. Merupakan suatu kebanggaan untuk bisa kuliah di luar negeri. Orang tua Jazzem pun sangat mendukung, apalagi ditemani sang adik dan sepupu yang sama-sama kuliah di Indonesia. 

Awal menerima beasiswa, ia pun tak segera mendapat informasi harus kuliah di mana. Tapi sekitar 2 bulan kemudian ada pemberitahuan melalui surat elektronik bahwa kuliahnya di Surabaya tepatnya di UNUSA. Akhirnya terbanglah tiga bersaudara ini ke Surabaya dan menuju UNUSA. 

Semula mereka agak ragu melihat kampus UNUSA. Apalagi UNUSA merupakan kampus swasta. Namun setelah dijalani beberapa bulan ternyata keraguannya itu menjadi sirna. “Kuliah di UNUSA sangat baik. Sarana prasarananya sangat lengkap dan bagus. Tidak jauh berbeda dengan kuliah di perguruan tinggi di sana,” katanya. 

Disamping sarana prasarananya memadai, ternyata kuliah di UNUSA juga banyak ditimba ilmu-ilmu agama yang tidak di dapat saat di kampungnya. 

“Saya bersyukur kuliah di sini, karena ada banyak ilmu agama yang saya peroleh. Saya, adik serta sepupu beragama muslim. Kami selain kuliah, di sini juga mondok di pesantren. Jadi lengkaplah apa yang saya dapatkan selama 3 tahun di sini,” katanya. 

Diakuinya pertama kuliah di UNUSA merasa agak kebingungan. Karena selain harus belajar bahasa Indonesia, ia juga harus belajar bahasa Jawa. “Karena dulu pertama kali kuliah agak kebingungan, karena kadang dosennya ketika mengajarkan pakai bahasa Jawa. Jadi harus belajar sedikit demi sedikit. Tapi sekarang saya selain bisa bahasa Indonesia juga bisa bahasa Jawa,” katanya. 

Kepintaran berbahasa Indonesia dan Jawa ini bahkan menjadi bahan pembicaraan saat pulang ke kampung halaman. Karena ketika komunikasi dengan kawan maupun keluarganya dengan memakai bahasa asli menjadi agak kesulitan. “Dulu pada saat pulang kampung, ada kawan bilang kamu pantas jadi orang Indonesia. Karena bahasa aslimu sudah berubah,” katanya. 

Jazzem ini lahir dari keluarga yang berprofesi sebagai perawat. Kedua orang tuanya merupakan seorang perawat di rumah sakit di Philipina. “Ayah dan ibu saya dulu juga perawat di sana. Jadi saat pertama kali saya ingin menjadi polisi, ayah yang tidak mengizinkan. Tapi alhamdulillah saya dapat beasiswa dan kuliah di Indonesia. Lebih bersyukur lagi kuliah di Surabaya,” katanya.  (Humas Unusa)