Dosen, Ujung Tombak Kurikulum Berbasis Kompetensi UNUSA

SURABAYA – Kurikulum berbasis kompetensi yang sesuai dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) mulai disosialisasikan perguruan tinggi (PT) di Indonesia. Salah satunya di Surabaya yakni Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa). Unusa mulai melakukan redesain kurikulumnya sehingga mengacu pada Peraturan Menteri (Permen) Pendidikan dan Kebudayaan No 49/2014 dan Peraturan Presiden (Perpres) No 8/2012 lalu. Koordinator Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kurikulum Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Nurul Widiastuti dihadirkan dalam acara redesain kurikulum di kampus B Unusa, Selasa (29/12).

Dalam kesempatan itu, Nurul mengungkapkan kurikulum berbasis kompetensi yang sesuai dengan KKNI ini memang lebih meningkatkan kualitas lulusannya. “Dulu, kurikulum berbasis isi dari buku, kemudian ditransferkan ke mahasiswa tanpa memedulikan lulusannya itu memiliki kompetensi dari ilmu yang ditempuhnya atau tidak. Sekarang, tidak lagi begitu, kemampuan lulusan dari program studi yang ditempuh, itulah yang diutamakan,” jelas Nurul.

Dikatakan Nurul, dengan kurikulum kompetensi itu, prodi harus memiliki target lulusan yang ingin ditempuh. Misalnya program studi keperawatan. Jika mengacu pada KKNI, dalam pembelajaran ada kriteria dari sikap misalnya mampu melaksanakan praktik keperawatan dengan prinsip etis dan peka budaya sesuai dengan kode etik perawat Indonesia. “Etika, budaya itu yang ditanamkan, maka ketika lulusan ini sudah terjun ke masyarakat, maka harus mengutamakan budaya setempat. Karena melayani pasien di Madura dan daerah lain sangat berbeda. Itulah yang perlu dipelajari,” tandasnya.

Diakui Nurul, untuk mencapai kurikulum berbasis kompetensi itu, tidak harus mengubah kurikulum yang sudah ada. Cukup dengan updating atau menambah sesuatu yang tidak ada. Di sinilah peran serta dosen. Dosen adalah ujung tombak dari kurikulum berbasis kompetensi ini. “Dosen yang nantinya akan menyampaikan pembelajaran itu kepada mahasiswanya di sela-sela pembelajaran yang sudah ada. Kalau dosen tidak mau menyampaikan, tidak akan berjalan dengan sempurna kurikulum berbasis kompetensi ini,” tandasnya.

Karena itu, keberhasilan dari kurikulum ini adalah sulitnya mengubah mindset dosen apalagi dosen yang sudah mengajar pada prodi tertentu dengan cukup lama. Sulitnya, mengubah cara mengajar dosen dari kurikulum isi menjadi kompetensi. Karena itu, pentingnya ada lembaga penjamin mutu. Pihak kampus harus memiliki kebijakan kuat untuk menjamin para dosennya bisa melakukan sesuatu yang sesuai dengan kurikulum kompetensi. Lembaga penjamin mutu ini harus melibatkan banyak pihak termasuk mahasiswa.

Keterlibatan mahasiswa sangat penting untuk bisa memberikan nilai yang lebih fair kepada dosen yang mengajar di kelas masing-masing. Setelah adanya penilaian dari lembaga penjamin mutu itu, sebisa mungkin pihak kampus bisa memberikan reward atau penghargaan bagi dosen yang sudah melakukan pekerjaannya sesuai prosedur KKNI. “Reward itu tidak harus berupa uang, tapi beasiswa sekolah, ikut kursus ke luar negeri. Fasilitasi penelitian dan sebagainya,” tukas Nurul. (end)