D4 Analis Kesehatan Datangkan Pakar Patologi Klinik

Surabaya

Untuk menunjang kemampuan mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) dalam riset ilmiah dan eksperimen di laboratorium. Program Studi D4 Analis Kesehatan, Fakultas Kesehatan (F.Kes) Unusa menghadirkan Prof.Dr. S.P. Edijanto, SpPK (K), pakar Patologi Klinik, dan dr. Bastiana Bermawi, Sp.PK, (Dosen Fakultas Kedokteran) Unusa Jumat (27/1).

Laboratorium Kesehatan (Labkes) merupakan sarana kesehatan yang melaksanakan pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan bukan berasal dari untuk penentuan jenis penyakit, kondisi kesehatan atau faktor yang dapat berpengaruh pada kesehatan perorangan dan masyarakat. Sebagai bagian yang integral dari pelayanan kesehatan, pelayanan laboratorium sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan berbagai program dan upaya kesehatan, dan dimanfaatkan untuk keperluan penegakan diagnosis, pemberian pengobatan dan evaluasi hasil pengobatan serta pengambilan keputusan lainnya.

Prof.Dr. S.P. Edijanto, SpPK (K) menuturkan, mutu pelayanan di laboratorium berkaitan dengan data hasil uji analisis laboratorium. Laboratorium dikatakan bermutu tinggi apabila data hasil uji laboratorium tersebut dapat memuaskan pelanggan dengan memperhatikan aspek-aspek teknis seperti precision and accuracy atau ketepatan dan ketelitian dapat dicapai, dan data tersebut harus terdokumentasi dengan baik, sehingga dapat dipertahankan secara ilmiah.

“Untuk mencapai mutu hasil laboratorium yang memiliki ketepatan dan ketelitian tinggi, maka seluruh metode dan prosedur operasional laboratorium harus terpadu mulai dari perencanaan, pengambilan contoh uji, penanganan, pengujian sampai pemberian laporan hasil uji laboratorium ke pasien. Mutu suatu produk atau jasa bukan hanya penting bagi pemakai namun juga bagi pemasok.,” katanya.

Dijelaskannya, pada pelayanan jasa laboratorium kesehatan, rendahnya mutu hasil pemeriksaan pada akhirnya akan menimbulkan penambahan biaya untuk kegiatan pengerjaan ulang dan klaim dari jasa pelanggan. “Untuk menanggulangi biaya kompensasi yang berasal dari rendahnya mutu, hasil pemeriksaan laboratorium tersebut diperlukan suatu usaha peningkatan mutu,” ungkap Pria yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Kesehatan (F.Kes) Unusa.

Pria yang juga Guru Besar Unair tersebut menambahkan, Pelaksanaan program Pemantapan Mutu Eksternal (PME) Laboratorium oleh Departemen Kesehatan memang dimaksudkan untuk melindungi masyarakat terhadap praktik-praktik laboratorium yang belum terstandar. Namun pada pelaksanaannya, menurut Prof. Edijanto, ancaman sanksi dari PME ini mengakibatkan banyak laboratorium yang mengikuti PME hanya karena takut tidak diberikan akreditasi atau takut dijatuhi sanksi.

Lanjutnya, pelaksanaan pemantapan mutu laboratorium di Indonesia memang belum menunjukkan hasil menggembirakan. Artinya, laboratorium umumnya belum menerapkan program atau sistem pemantapan mutu dengan baik.

“Sebenarnya ada beberapa faktor yang menyebabkan laboratorium enggan melaksanakan kendali mutu internal. Salah satunya adalah faktor biaya. Sebagai gambaran, untuk pelaksanaan kendali mutu internal paling sederhana laboratorium harus mengeluarkan dana sedikitnya Rp 161 juta per tahun,” ungkapnya. (Humas Unusa)